Jalan Para Nabi: Terjal, Sunyi, dan Penuh Luka, Tapi Mulia Dalam lembaran sejarah umat manusia, tak satu pun nabi atau pembawa risalah kebenaran yang hidup di jalan nyaman dan mudah. Jalan yang mereka tempuh adalah jalan yang berat, penuh rintangan, penuh pengorbanan—jalan terjal yang mendaki. Mereka melangkah bukan demi dunia, bukan demi popularitas, tapi demi menjaga nilai kebenaran, mempertahankan kejujuran, melawan kesewenang-wenangan, mengalahkan kedzaliman, dan mengajarkan manusia jalan hidup yang benar. Inilah jalan keras para kekasih Tuhan. Jalan sunyi yang tidak semua orang berani dan sanggup menempuhnya. 1. Jalan Kejujuran…
Read MoreKejujuran di Tengah Sistem yang Rusak: Jalan Sunyi Para Penjaga Nurani
Kejujuran di Tengah Sistem yang Rusak: Jalan Sunyi Para Penjaga Nurani Kejujuran di Tengah Sistem yang Rusak: Jalan Sunyi Para Penjaga Nurani Memegang nilai kejujuran di tengah sistem yang tidak mendukung kejujuran ibarat memilih jalan sunyi yang terjal dan penuh luka. Tak jarang, mereka yang masih sehat ruhaninya dan tetap ingin mempertahankan kewarasan berpikir serta bertindak akan merasakan pedihnya dikucilkan, ditinggalkan, bahkan dianggap tidak layak diajak bersama. Seolah-olah, bersikap jujur adalah bentuk “bunuh diri sosial”. Tapi benarkah demikian? Sistem yang Sakit akan Menolak yang Sehat Ketika sebuah lingkungan telah terbiasa…
Read MoreUzlah: Jalan Sunyi dalam Derita Keimanan
Di tengah keramaian desa yang tampak religius—berhias masjid megah, lantunan adzan, dan aktivitas ibadah yang semarak—tersimpan kepiluan yang dalam. Sebuah kepiluan yang tidak terlihat oleh mata biasa, namun dirasakan tajam oleh hati-hati yang masih peka terhadap nilai kebenaran. Ibadah ritual dijalankan dengan rajin, tetapi di sisi lain, kehidupan muamalah masyarakatnya compang-camping: riba dipraktikkan secara terbuka, suap bahkan hampir menjadi budaya, dan tidak segan kecurangan digunakan sebagai alat utama meraih sesuatu. Bahkan yang lebih mengiris, praktik muamalah yg jelas dilarang oleh Tuhan, bahkan digunakan membangun rumah Tuhan. Ironi yang amat menyakitkan—membangun…
Read MoreUzlah: Ketika Menjaga Iman Lebih Penting dari Sekadar Bertahan dalam Pergaulan
Islam adalah agama yang mengatur seluruh dimensi kehidupan manusia secara sempurna dan menyeluruh (kaffah). Tidak hanya mengatur cara manusia beribadah kepada Tuhan, tetapi juga mengatur bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia secara jujur, adil, dan bersih dari praktik-praktik batil seperti riba, suap, dan kecurangan. Namun dalam realitas kehidupan, tak semua orang atau komunitas memiliki komitmen yang sama. Kita sering menemukan lingkungan pergaulan yang hanya menjalankan agama secara parsial—bagian ritual dijalankan, tetapi sisi muamalah justru diabaikan. Dalam situasi seperti ini, seorang Muslim yang ingin menjaga keutuhan iman dan komitmen kepada Islam…
Read MoreLoyalitas dalam Pergaulan: Ketika Prinsip Iman Harus Didahulukan
Loyalitas dalam Pergaulan: Ketika Prinsip Iman Harus Didahulukan Manusia adalah makhluk sosial. Dalam fitrahnya, ia membutuhkan pergaulan, komunitas, dan ruang kebersamaan. Di sanalah ada cinta, dukungan, dan loyalitas yang lahir karena interaksi dan ikatan hati. Namun, dalam Islam, loyalitas bukanlah sesuatu yang mutlak diberikan kepada siapa saja. Ia harus disandarkan pada nilai yang hakiki: ketaatan kepada Allah dan kebenaran agama-Nya. Di sinilah kadang muncul dilema. Kita ingin menjadi bagian dari komunitas, menjalin persaudaraan, menebar kebahagiaan dalam kebersamaan. Tapi bagaimana jika komunitas itu tidak sejalan dalam hal paling prinsipil: yaitu komitmen…
Read MoreMenjalankan Islam Secara Kaffah: Jalan Menuju Keberkahan Hidup
Islam adalah agama yang sempurna dan menyeluruh. Ia bukan sekadar agama ritual, tetapi juga sistem hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari ibadah pribadi hingga urusan sosial, ekonomi, hukum, bahkan kepemimpinan. Inilah makna dari Islam sebagai “dinul hayah”—agama kehidupan. Namun, yang menjadi persoalan di banyak kalangan hari ini adalah pemahaman dan pengamalan Islam yang parsial. Banyak yang menjalankan ajaran Islam hanya pada aspek ritual semata, seperti salat, puasa, atau haji, tetapi abai terhadap ajaran muamalah—hubungan sosial dan ekonomi—seperti kejujuran dalam berdagang, menjauhi riba, menolak suap, dan menjunjung keadilan.…
Read MoreTertib Berorganisasi: Jalan Terhormat Menuju Masyarakat yang Bermartabat
Tertib Berorganisasi: Jalan Terhormat Menuju Masyarakat yang Bermartabat Tertib berorganisasi adalah tanda peradaban. Ia mencerminkan kesadaran kolektif suatu masyarakat untuk membangun sistem yang adil, teratur, dan bertanggung jawab. Dalam lingkungan sosial seperti desa, organisasi memiliki peran vital sebagai wadah partisipasi, pengambilan keputusan, dan pelayanan publik. Maka ketika tertib organisasi tidak dijunjung, itulah awal dari kemunduran sosial yang menyedihkan. Ketika Budaya Tertib Tak Dihargai Sungguh patut disayangkan, ketika di suatu lingkungan desa, tidak ditemukan iklim tertib berorganisasi. Tidak ada rotasi jabatan. Tidak ada batasan peran. Maka yang terjadi adalah dominasi segelintir…
Read MoreDerajat Kemuliaan: Antara Memahami dan Ingin Dipahami
Derajat Kemuliaan: Antara Memahami dan Ingin Dipahami Di antara tanda-tanda seseorang memiliki derajat dan kemuliaan hidup, adalah ketika ia lebih banyak memilih untuk memahami daripada dipahami. Dalam setiap interaksi sosial, ia tidak sibuk menuntut pengertian dari orang lain, melainkan dengan kelapangan hati, ia memaklumi, mempersilakan, dan menerima ragam perilaku manusia di sekitarnya. Inilah tanda jiwa yang besar, hati yang luas, dan batin yang matang. Mengapa sikap ini begitu mulia? Karena orang yang hidup dengan cara demikian sedang membebaskan dirinya dari jerat luka batin. Ia tidak menggantungkan ketenangan hatinya pada sikap…
Read MoreKemuliaan di Mata Tuhan: Antara Ilmu, Kebodohan, dan Kemanfaatan bagi Sesama
Integrasi antara ilmu, amal, dan nilai kemanfaatan dalam Islam. Kemuliaan di Mata Tuhan: Antara Ilmu, Kebodohan, dan Kemanfaatan bagi Sesama Pendahuluan: Tidak Semua yang Cerdas Itu Mulia, Tidak Semua yang Bodoh Itu Rendah Islam sangat menjunjung tinggi ilmu. Dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadits, orang-orang berilmu disebut memiliki kedudukan tinggi di sisi Allah: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”(QS. Al-Mujadilah: 11) Namun, dalam realitas sosial dan nilai ke-Tuhanan yang lebih luas, kemuliaan seseorang tidak hanya diukur dari tingginya ilmu, tapi…
Read MoreKebodohan Terhadap Syariat: Ketika Diam Menjadi Sebuah Kezaliman
Pendahuluan: Tidak Semua Kebodohan Layak Dimaklumi Dalam kehidupan bermasyarakat, kita sering diajarkan untuk bersabar terhadap orang yang belum paham, untuk memaafkan kesalahan akibat ketidaktahuan, dan untuk tidak cepat menghakimi. Namun, ada batasan moral dan spiritual yang tidak boleh dilanggar. Salah satu bentuk kebodohan yang tidak boleh dimaklumi, tidak boleh dibiarkan, dan tidak boleh ditoleransi, adalah kebodohan terhadap syariat Tuhan — kebodohan yang menyebabkan seseorang ringan melanggar larangan-larangan Allah dengan alasan “tidak tahu”. Apa yang Dimaksud dengan Kebodohan terhadap Syariat? Kebodohan terhadap syariat bukan semata-mata ketidaktahuan, melainkan: Kebodohan semacam ini bukan…
Read More