Betapa menyenangkan ketika harta bisa berkembang melalui investasi. Semakin besar dana yang ditanamkan, maka potensi pertumbuhan kekayaan pun akan semakin cepat dan berlipat. Namun bagaimana jika kenyataan berkata sebaliknya? Bagaimana jika perusahaan tempat berinvestasi justru mengalami kerugian besar hingga pailit, dan seluruh dana investasi—misalnya sejumlah tiga miliar rupiah—lenyap tanpa bekas?
Dalam dunia investasi, terlebih dalam perspektif Islam, ada hal penting yang harus diperjelas sejak awal: akad atau bentuk kesepakatan antara investor dan pelaku usaha. Kesalahan dalam memahami atau menyepakati jenis akad ini bisa memicu konflik serius di kemudian hari.
Investasi atau Hutang? Perbedaan yang Sangat Mendasar
Dalam Islam, terdapat dua bentuk umum transaksi dana antara dua pihak:
- Akad Qardh (Hutang Piutang)
Dana yang diberikan adalah pinjaman. Artinya, penerima wajib mengembalikannya dalam jumlah utuh, tanpa terpengaruh oleh untung atau rugi usaha. - Akad Mudhorobah (Bagi Hasil)
Dana yang diberikan adalah investasi. Jika usaha untung, hasil dibagi sesuai kesepakatan. Jika usaha rugi atau pailit, maka kerugian ditanggung oleh pemilik modal, selama tidak ada kecurangan atau kelalaian dari pengelola.
Konflik sering muncul ketika tidak ada kejelasan akad di awal. Investor merasa telah meminjamkan dana (hutang), sedangkan pelaku usaha meyakini bahwa dana tersebut adalah investasi berbasis mudhorobah. Ketika usaha gagal dan dana hilang, investor menuntut pengembalian dana, sementara pelaku usaha menganggap itu bukan tanggung jawabnya karena telah terjadi kerugian bisnis.
Pentingnya Kejelasan dan Perjanjian Tertulis
Masalah di atas sejatinya bisa dihindari jika sejak awal:
- Ada perjanjian tertulis yang menjelaskan jenis akad.
- Ada kejelasan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak.
- Disepakati skema pembagian keuntungan atau penanganan kerugian.
Dalam hukum Islam, akad adalah landasan sahnya sebuah transaksi. Akad yang tidak jelas disebut gharar (ketidakpastian), dan ini sangat dilarang karena berpotensi menimbulkan sengketa.
Solusi Ketika Konflik Sudah Terjadi
Jika konflik sudah terjadi, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh:
- Mediasi
Libatkan pihak ketiga yang netral dan memahami fiqih muamalah (seperti ulama, mediator syariah, atau praktisi ekonomi Islam) untuk menengahi. - Audit Keuangan
Lakukan audit pada usaha yang dijalankan. Jika ditemukan adanya kelalaian atau penyalahgunaan dana, maka pelaku usaha bisa dimintai pertanggungjawaban. - Rekonstruksi Akad
Jika mungkin, lakukan klarifikasi ulang terkait akad. Bisa saja dibuat akad baru untuk menyelesaikan kewajiban dengan cara musyawarah dan sukarela.
Penutup: Kembali ke Niat dan Etika Syariah
Islam menekankan pentingnya kejujuran, keterbukaan, dan keadilan dalam muamalah. Salah satu prinsip utamanya adalah kejelasan akad. Kesepakatan yang jelas sejak awal akan menjadi perlindungan bagi semua pihak.
Jika kamu ingin menanamkan modal atau mengelola dana orang lain, pastikan semuanya tertulis dan dimengerti oleh semua pihak. Jangan biarkan kepercayaan berubah menjadi konflik karena salah paham yang bisa dihindari.
By: Andik Irawan