Rasa rindu untuk kembali bergabung dalam sebuah organisasi yang sehat dan profesional adalah sesuatu yang wajar bagi siapa pun yang pernah merasakan indahnya berada dalam lingkungan kolektif yang membangun. Organisasi yang baik bukan hanya sekadar kumpulan orang, tetapi adalah wadah pengembangan diri yang luar biasa, tempat belajar prinsip, teori, serta praktik kepemimpinan dan kerja sama yang benar.
Organisasi yang diisi oleh orang-orang berintegritas, memiliki kredibilitas, dan menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalisme, akan membawa anggotanya menuju kemajuan bersama. Mereka biasanya menerapkan sistem yang rapi, punya AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) yang dijadikan panduan, serta visi dan misi yang jelas. Organisasi seperti ini adalah tempat yang tepat untuk belajar, tumbuh, dan memberi kontribusi nyata bagi masyarakat.
Namun, tidak semua organisasi seperti itu. Di sisi lain, ada pula jenis organisasi yang cenderung tradisional, tidak terstruktur, dan sangat bergantung pada satu atau dua orang yang aktif. Fenomena “one man show” menjadi gambaran utama. Organisasi seperti ini tidak punya sistem kerja yang jelas, tidak menjalankan aturan organisasi, dan lebih mirip “gerombolan” ketimbang sebuah institusi yang berfungsi. Aktivitas hanya terjadi ketika ada acara tertentu, itupun seringkali mendadak dan tanpa perencanaan yang matang. Anggotanya cenderung pasif, hanya hadir saat diminta, dan tidak merasa memiliki ruang untuk berkontribusi.
Organisasi seperti ini tidak punya eksistensi yang kuat di tengah masyarakat. Keberadaannya seperti paradoks: dibilang ada tapi tiada, dibilang tiada tapi ada. Tidak jelas kontribusinya, tidak terasa manfaatnya. Akibatnya, bergabung di dalamnya terasa seperti membuang waktu. Tidak ada pengembangan diri, tidak ada transfer ilmu atau jaringan, hanya menjadi pelengkap dari aktivitas yang tidak jelas arah dan tujuannya.
Mengapa Hal Ini Terjadi?
- SDM yang Kurang Kompeten
Organisasi yang baik dibentuk oleh orang-orang yang punya kapasitas dan komitmen. Tanpa itu, organisasi hanya akan berjalan seadanya. - Tidak Ada Sistem yang Jelas
AD/ART hanyalah simbol, bahkan terkadang tidak ada sama sekali. Tanpa sistem, tidak ada evaluasi, tidak ada kontrol, tidak ada arah. - Budaya Organisasi yang Lemah
Budaya “grudak-gruduk” alias serba mendadak dan tanpa konsep menjadi ciri khas. Akhirnya, kegiatan hanya formalitas, tanpa dampak jangka panjang. - Kepemimpinan yang Sentralistik
Ketika semua bergantung pada satu orang, organisasi kehilangan dinamika kolektif. Tidak ada kaderisasi, tidak ada partisipasi yang sehat.
Apa yang Bisa Dilakukan?
- Evaluasi dan Refleksi Diri
Tentukan apakah tetap berada dalam organisasi tersebut memberi nilai tambah atau justru menghambat perkembangan pribadi. - Belajar dari Pengalaman
Jadikan pengalaman ini sebagai referensi saat membentuk atau memilih organisasi di masa depan. Ketahui apa yang harus dihindari dan apa yang perlu dibangun. - Cari Lingkungan yang Sehat
Bergabunglah dengan organisasi yang memiliki sistem, visi, dan budaya yang sehat. Di sana Anda akan lebih berkembang dan bisa memberi kontribusi nyata.
Penutup
Organisasi bukan sekadar wadah berkumpul. Ia adalah kendaraan menuju perubahan, baik pribadi maupun sosial. Maka, memilih berada di lingkungan organisasi yang tepat adalah bagian dari strategi hidup yang cerdas. Jangan biarkan waktu, tenaga, dan potensi Anda habis hanya untuk mendukung sesuatu yang bahkan tidak tahu ke mana arahnya.
By: Andik Irawan