Dalam dunia dakwah dan nasihat para nabi, kalimat agung ini selalu dikumandangkan:
“Jika kamu tidak memiliki rasa malu, maka berbuatlah sesukamu.”
(HR. Bukhari)
Kalimat ini adalah peringatan keras, bukan ajakan bebas berbuat. Ia menegaskan bahwa rasa malu adalah benteng terakhir moral manusia. Ketika rasa malu hilang, manusia akan dengan mudah tergelincir dalam kehinaan tanpa merasa bersalah.
Fenomena yang Lebih Berat: Pemimpin Tanpa Malu
Di zaman ini, kita menyaksikan fenomena yang lebih parah:
Seseorang yang diamanahi untuk memimpin sebuah organisasi atau lembaga, namun dengan ringan membiarkan organisasi itu mandek — tidak bergerak, tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Yang lebih mengherankan, ia tidak merasa bersalah, tidak tersentuh oleh rasa malu, dan tidak menunjukkan usaha untuk memperbaiki keadaan.
Apa yang terjadi? Ini bukan sekadar kehilangan rasa malu biasa.
Fenomena ini adalah gabungan dari penyakit-penyakit moral berikut:
- Hilangnya Rasa Tanggung Jawab
Ia lupa bahwa setiap amanah adalah beban berat yang kelak akan dipertanggungjawabkan, bukan hanya di dunia, tapi juga di hadapan Allah. - Pengkhianatan Terhadap Amanah
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak beriman seseorang yang tidak bisa dipercaya amanahnya.”
(HR. Ahmad)
Membiarkan lembaga terbengkalai adalah bentuk nyata dari mengkhianati kepercayaan yang diberikan. - Matinya Rasa Malu
Seharusnya, seorang pemimpin merasa malu jika lembaga yang dipimpinnya tidak berfungsi. Malu jika tidak mampu memberikan manfaat. Namun jika rasa malu sudah mati, jabatan hanya dianggap sebagai hiasan, bukan tanggung jawab. - Budaya Formalitas Tanpa Ruh
Hari ini, banyak jabatan hanya menjadi simbol status sosial, bukan medan pengabdian. Ini melahirkan generasi pemimpin yang lebih mencintai “gelar” daripada “kerja nyata”.
Fenomena Apa Ini?
Fenomena ini adalah kematian adab kepemimpinan — saat rasa malu, tanggung jawab, dan kesadaran terhadap amanah telah hilang.
Ini adalah bagian dari apa yang oleh ulama disebut موت القلوب — matinya hati, saat hati tidak lagi peka terhadap dosa dan kelalaian.
Bahaya Besarnya
Jika pemimpin kehilangan rasa malu dan membiarkan organisasi atau lembaganya mandek:
- Ia sedang menghancurkan kepercayaan publik.
- Ia mengajarkan kepada bawahannya bahwa amanah bisa diabaikan tanpa konsekuensi.
- Ia menyuburkan budaya malas, pura-pura sibuk, dan tidak bertanggung jawab.
Penutup
Seorang pemimpin sejati adalah orang yang tak pernah bisa tidur nyenyak saat melihat lembaganya tertinggal.
Ia akan malu kepada Allah, malu kepada manusia, dan malu kepada dirinya sendiri jika amanah tidak dijalankan sebaik-baiknya.
Rasa malu adalah ruh kepemimpinan. Jika ia mati, maka hancurlah makna kepemimpinan itu sendiri.
Maka, marilah kita berdoa dan berjuang agar rasa malu tetap hidup dalam diri kita — khususnya bagi mereka yang memikul amanah di pundaknya.
By: Andik Irawan