Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam aspek ekonomi, banyak umat Islam yang terlibat dalam kegiatan muamalah yang melibatkan akad-akad bisnis, pinjaman, dan kerjasama lainnya. Salah satu isu yang paling penting dalam fiqih muamalah adalah riba, yang merupakan praktek yang jelas dilarang dalam agama Islam. Namun, meskipun fiqih muamalah dan riba adalah topik yang sangat penting, mengapa kajian yang mendalam tentang hal ini jarang diadakan oleh lembaga agama di kawasan desa? Apa saja faktor yang menyebabkan fenomena ini, dan apa dampaknya bagi umat Islam di masyarakat? Artikel ini akan mengupas beberapa alasan mengapa kajian tersebut tidak pernah terselenggara dan bagaimana hal ini perlu diperbaiki.
1. Keterbatasan Pengetahuan dan Sumber Daya Lembaga Agama
Salah satu alasan utama mengapa kajian fiqih muamalah, terutama mengenai riba dan akad kerjasama, tidak diadakan secara menyeluruh di banyak lembaga agama adalah keterbatasan pengetahuan dan sumber daya. Kajian mendalam mengenai fiqih muamalah memerlukan pemahaman yang tidak hanya berbasis pada teks agama, tetapi juga pemahaman mengenai aspek ekonomi dan hukum yang terkait. Tidak semua pengurus atau tokoh agama di desa memiliki keahlian teknis dalam fiqih muamalah yang mendalam, sehingga mereka mungkin merasa tidak cukup berkompeten untuk menyelenggarakan kajian tentang hal ini.
Selain itu, lembaga agama di kawasan desa sering kali terbatas dalam hal sumber daya seperti dana, fasilitas, dan pengajaran yang diperlukan untuk mengadakan kajian yang komprehensif. Banyak kajian fiqih yang memerlukan tenaga ahli yang berpengalaman dan memiliki pemahaman mendalam mengenai hukum ekonomi Islam yang terkadang tidak tersedia di daerah tersebut.
2. Sensitivitas Sosial dan Ekonomi dalam Masyarakat Desa
Topik riba dan fiqih muamalah sangat sensitif, terutama di masyarakat yang memiliki kebiasaan atau praktek ekonomi yang sudah terjalin lama, seperti pinjaman dengan bunga. Kajian mendalam tentang riba dan akad syariah bisa membuka borok dari praktik-praktik ekonomi yang telah lama diterima tanpa pertanyaan. Dalam masyarakat desa, banyak individu atau pelaku usaha yang mungkin terlibat dalam praktik riba, baik sebagai peminjam maupun pemberi pinjaman, tanpa menyadari bahwa hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.
Lembaga agama sering kali menghindari perdebatan terbuka mengenai topik ini karena dapat memicu ketegangan sosial. Ada kekhawatiran bahwa kajian tentang riba dapat menyebabkan ketersinggungan atau penolakan dari masyarakat yang sudah terbiasa dengan praktik tersebut. Dalam hal ini, pengelola lembaga agama mungkin lebih memilih untuk tidak membahasnya secara terbuka untuk menjaga harmoni sosial.
3. Keterikatan dengan Praktik Ekonomi yang Sudah Ada
Banyak lembaga agama, terutama di desa, mungkin merasa terikat dengan praktik ekonomi konvensional yang sudah ada, bahkan jika praktik tersebut melibatkan elemen riba. Beberapa pengusaha atau pemodal di desa mungkin juga memiliki hubungan dekat dengan lembaga agama, dan perubahan dalam pemahaman tentang riba bisa mempengaruhi hubungan mereka. Jika kajian mendalam tentang riba dilakukan, ada kekhawatiran bahwa ini dapat mengguncang tatanan ekonomi yang telah ada dan mengancam kepentingan pihak-pihak tertentu.
Selain itu, sebagian besar lembaga agama mungkin menghindari perubahan besar dalam pendekatan ekonomi masyarakat, karena khawatir hal ini dapat mempengaruhi stabilitas sosial yang telah terbentuk dalam jangka waktu lama.
4. Kurangnya Keberanian untuk Menyentuh Topik Sensitif
Banyak lembaga agama yang merasa bahwa membahas riba dan fiqih muamalah adalah langkah berisiko yang bisa menyebabkan konflik atau penolakan. Keberanian untuk menghadapi kenyataan dan membuka diskusi tentang praktek ekonomi yang melibatkan riba bisa sangat sulit, terutama di masyarakat yang sudah terbiasa dengan sistem pinjaman konvensional. Banyak orang mungkin merasa terancam oleh fakta bahwa mereka mungkin telah terlibat dalam praktik yang dianggap haram, sehingga mereka enggan untuk mendalami masalah ini lebih lanjut.
Lembaga agama juga mungkin merasa bahwa dengan membahas hal ini secara terbuka, mereka akan menghadapi tantangan besar dalam memberikan solusi yang sesuai dengan ajaran Islam, sementara pada saat yang sama mereka harus tetap menjaga keseimbangan sosial di masyarakat.
5. Fokus pada Isu yang Lebih Umum dan Mendesak
Lembaga agama sering kali lebih fokus pada masalah agama yang lebih mendasar seperti ibadah, akhlak, dan akidah, yang lebih mudah diterima oleh masyarakat umum. Kajian tentang fiqih muamalah dan riba sering kali dianggap sebagai topik yang lebih teknis dan kurang menarik bagi sebagian besar umat. Mereka mungkin merasa bahwa fokus pada topik-topik seperti penyuluhan tentang ibadah yang benar atau pendidikan akhlak jauh lebih mendesak dan memiliki pengaruh langsung terhadap kehidupan spiritual umat.
Namun, sebenarnya, topik fiqih muamalah juga sangat penting karena berdampak langsung pada kehidupan ekonomi umat. Pemahaman yang benar tentang riba dan akad syariah dapat mencegah umat Islam terjebak dalam praktek yang tidak sesuai dengan ajaran agama, dan memperbaiki keadilan ekonomi di masyarakat.
6. Peran Lembaga Agama dalam Meningkatkan Pemahaman Ekonomi Syariah
Meskipun banyak alasan yang mungkin menjelaskan mengapa kajian fiqih muamalah dan riba tidak pernah diadakan secara mendalam, penting untuk diingat bahwa lembaga agama memiliki peran yang sangat besar dalam mendidik umat Islam untuk memahami prinsip-prinsip ekonomi yang sesuai dengan syariah. Dalam menghadapi tantangan ekonomi modern, lembaga agama harus berperan aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghindari riba dan memahami akad syariah dengan benar.
Kajian fiqih muamalah harus diberikan secara terbuka, dengan pendekatan yang tepat dan dapat diterima oleh semua kalangan, agar masyarakat memahami dengan baik apa yang dimaksud dengan riba, bagaimana cara menghindarinya, dan bagaimana menjalankan transaksi bisnis sesuai dengan prinsip syariah. Lembaga agama harus berani untuk menghadapi kenyataan dan memberikan pendidikan yang membangun untuk menciptakan keadilan ekonomi yang sejalan dengan ajaran Islam.
Kesimpulan
Kajian fiqih muamalah dan riba sering kali tidak diadakan di banyak lembaga agama di desa karena berbagai faktor, termasuk keterbatasan pengetahuan, keterikatan dengan praktik ekonomi yang ada, serta kekhawatiran akan dampak sosial yang ditimbulkan. Namun, penting bagi lembaga agama untuk menyadari peran mereka dalam membantu umat memahami ekonomi yang sesuai dengan syariah. Dengan memberikan pemahaman yang benar tentang fiqih muamalah dan riba, lembaga agama dapat membantu umat menghindari praktek ekonomi yang merugikan dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.
Artikel ini mengajak kita untuk memahami tantangan yang dihadapi oleh lembaga agama dalam mengadakan kajian fiqih muamalah dan riba, serta pentingnya memberikan pendidikan yang benar untuk membentuk masyarakat yang lebih adil dan sesuai dengan ajaran Islam.
By: Andik Irawan