Riba dan Ketidakpedulian Sosial: Mengapa Praktik Riba Marak di Tengah Masyarakat?

Bagikan Keteman :


Praktik riba adalah salah satu dosa besar dalam ajaran Islam. Namun, meskipun telah banyak peringatan dan larangan mengenai riba, kenyataannya praktik ini masih merajalela di banyak tempat, terutama di kalangan masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi. Salah satu faktor yang berperan dalam memperburuk fenomena ini adalah kekikiran atau ketidakpedulian sosial dari mereka yang memiliki lebih banyak harta, yaitu orang kaya. Ketika mereka yang mampu tidak bersedia membantu tetangga atau sahabat yang sedang membutuhkan, maka riba menjadi jalan keluar yang terpaksa dipilih oleh mereka yang terdesak.

Mari kita telaah lebih dalam tentang bagaimana ketidakpedulian orang kaya turut memicu semakin merajalelanya praktik riba di masyarakat.

1. Kesenjangan Sosial yang Memperburuk Keadaan

Salah satu alasan utama mengapa praktik riba berkembang pesat adalah adanya kesenjangan sosial yang semakin besar di masyarakat. Ketika orang kaya dan mereka yang berpunya enggan untuk membantu sesama, terutama mereka yang sedang dalam kesulitan, orang-orang yang tidak mampu pun akhirnya terjebak dalam situasi yang sulit.

Di tengah kesulitan ekonomi, mereka yang membutuhkan seringkali tidak memiliki pilihan lain selain berhutang. Ketika mereka pergi ke kerabat, teman, atau tetangga yang dianggap mampu, banyak dari mereka yang enggan memberikan bantuan, apalagi bantuan tanpa bunga. Pada akhirnya, mereka yang membutuhkan terpaksa mencari pinjaman dengan bunga, yang jelas merupakan praktik riba.

Ketidakpedulian ini, ditambah dengan kekikiran dari orang yang mampu, menciptakan situasi yang sangat merugikan bagi mereka yang sudah dalam kondisi terhimpit. Keputusan untuk tidak membantu atau bahkan menghindari kewajiban sosial ini akhirnya membuat banyak orang terjebak dalam utang riba yang mengikat mereka dalam jangka panjang.

2. Riba Sebagai Solusi Terakhir

Bagi banyak orang yang hidup dalam kemiskinan atau kesulitan finansial, pinjaman dengan bunga seringkali menjadi satu-satunya jalan keluar. Namun, praktik riba jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam yang mengharamkan segala bentuk bunga. Meski mereka mengetahui akan dosa besar yang terkait dengan riba, ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup mendesak membuat mereka terpaksa memilih jalan yang salah.

Dalam situasi seperti ini, masyarakat yang mampu—terutama yang memiliki harta lebih—memiliki peran yang sangat besar dalam mencegah praktek riba. Jika mereka lebih peduli dan bersedia membantu dengan cara yang lebih adil dan sesuai ajaran Islam, seperti memberikan pinjaman tanpa bunga atau bahkan donasi untuk mereka yang membutuhkan, praktik riba dapat diminimalisir.

Namun, ketika mereka yang memiliki kekayaan tidak peduli terhadap kesulitan orang lain, tidak ada pilihan lain bagi mereka yang terdesak selain untuk memilih hutang riba sebagai solusi jangka pendek.

3. Menghidupkan Nilai-Nilai Kepedulian Sosial dalam Islam

Islam mengajarkan nilai kepedulian sosial yang sangat tinggi, di mana setiap individu diwajibkan untuk menolong mereka yang berada dalam kesulitan. Dalam Al-Qur’an dan Hadis, Rasulullah SAW menekankan pentingnya membantu orang miskin, anak yatim, dan mereka yang membutuhkan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah (2:177):

“Bukanlah kebajikan itu hanya menghadapkan wajah ke arah timur dan barat, tetapi kebajikan itu adalah… memberikannya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, dan orang yang meminta-minta.”

Dalam Islam, dermawan adalah sifat yang sangat dihargai. Orang kaya seharusnya menjadi pihak yang pertama kali membantu mereka yang kekurangan, bukan hanya menumpuk kekayaan untuk dirinya sendiri. Namun, ketika orang kaya bersikap kikir atau tidak peduli, mereka secara tidak langsung menjadi pemicu meningkatnya praktik riba di masyarakat.

4. Dampak Kekikiran terhadap Keberlanjutan Ekonomi Sosial

Sikap kikir yang enggan membantu sesama memperburuk kesenjangan sosial yang sudah ada. Hal ini membuat mereka yang sudah kesulitan semakin terjepit, dan pada akhirnya memaksa mereka untuk berhutang dengan bunga. Kekikiran ini menciptakan lingkaran setan, di mana mereka yang kaya semakin kaya, sementara mereka yang miskin semakin terhimpit dan terjebak dalam hutang riba.

Kondisi ini tidak hanya merugikan individu yang terlibat langsung dalam transaksi riba, tetapi juga merusak keberkahan hidup dalam masyarakat. Keberkahan yang sejatinya bisa didapatkan melalui solidaritas sosial dan kepedulian antar sesama hilang, digantikan oleh sikap individualistik yang hanya menguntungkan segelintir orang.

5. Solusi untuk Mengurangi Praktik Riba

Untuk mengurangi maraknya praktik riba, kita perlu membangun kembali nilai-nilai kepedulian sosial dalam masyarakat. Orang kaya yang memiliki lebih banyak sumber daya seharusnya mengerti bahwa berbagi harta adalah bentuk ibadah yang sangat mulia, sesuai dengan ajaran Islam.

Berikut adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk menciptakan perubahan:

  • Menumbuhkan semangat solidaritas: Mereka yang memiliki kekayaan perlu membuka diri untuk memberikan bantuan tanpa bunga atau bahkan mendanai usaha bagi mereka yang membutuhkan.
  • Mendirikan lembaga keuangan syariah: Dengan adanya lembaga keuangan yang berbasis syariah, masyarakat bisa mendapatkan alternatif pembiayaan yang tidak melibatkan bunga, melainkan bagi hasil yang adil.
  • Pendidikan keuangan: Edukasi tentang keuangan yang halal dan pengelolaan keuangan yang bijak sangat penting untuk mencegah terjebaknya masyarakat dalam utang berbunga.

6. Kesimpulan: Bersama Mencegah Riba

Praktik riba tidak hanya merugikan individu yang terlibat langsung, tetapi juga bisa merusak struktur sosial dan keberkahan dalam masyarakat. Ketika orang kaya bersikap kikir dan tidak peduli terhadap mereka yang membutuhkan, mereka menjadi bagian dari masalah yang memperburuk ketimpangan sosial dan semakin mendorong orang terjerat dalam hutang riba.

Namun, dengan membangun kembali nilai kepedulian sosial dan kedermawanan, kita bisa mengurangi ketergantungan pada riba. Setiap individu, baik kaya maupun miskin, memiliki tanggung jawab untuk saling membantu, berbagi, dan menciptakan kehidupan yang lebih adil dan penuh berkah.

Mari kita mulai dengan menumbuhkan rasa solidaritas, memberikan bantuan tanpa bunga, dan menjauhi praktik riba. Dengan begitu, kita bisa membangun masyarakat yang lebih sejahtera dan penuh dengan keberkahan.


Semoga artikel ini bisa memberi pencerahan dan menginspirasi kita semua untuk bersama-sama menghindari riba dan membangun kehidupan yang lebih adil serta penuh kepedulian.

By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment