Riba Merajalela dan Permusuhan terhadap Dakwah: Mengapa Keadaan Ini Bisa Terjadi?

Bagikan Keteman :


Fenomena Tragis: Riba di Tengah Organisasi Agama

Saat kita menyaksikan praktik riba yang semakin meluas di masyarakat, bukan hanya dalam kalangan umum, namun juga dalam organisasi agama atau lembaga keagamaan, suatu pertanyaan besar muncul: Mengapa fenomena ini dibiarkan begitu saja? Lebih tragis lagi, ketika ustadz, mubaligh, atau penceramah yang dengan tegas berdakwah tentang haramnya riba, justru mendapatkan balasan kebencian dan permusuhan dari kalangan tokoh agama, sesepuh desa, atau pihak yang berwenang di kawasan tersebut.

Apa yang sedang terjadi di balik ketidakpedulian terhadap riba ini? Apakah ada keterputusan antara ajaran agama dan kenyataan yang terjadi di masyarakat? Ataukah ini menandakan adanya krisis moral yang jauh lebih besar?


1. Riba: Dosa Besar yang Mengancam Keberkahan

Islam dengan tegas melarang praktik riba karena memiliki dampak yang merusak baik pada individu, keluarga, maupun masyarakat secara keseluruhan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melakukannya, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.”
(QS. Al-Baqarah: 278–279)

Praktik riba tidak hanya berkaitan dengan masalah utang-piutang, namun juga mencerminkan ketidakadilan ekonomi yang dapat memperburuk kesenjangan sosial, merusak keberkahan rezeki, dan menumbuhkan rasa ketidakadilan di masyarakat. Bahkan, keberkahan dalam kehidupan pribadi dan sosial pun bisa hilang akibatnya.

Namun, yang lebih memprihatinkan adalah ketika organisasi agama yang seharusnya menjaga moral umat justru ikut terlibat dalam praktik tersebut, atau setidaknya diam membiarkannya. Mengapa ini bisa terjadi?


2. Ketika Dakwah Justru Mendapatkan Permusuhan

Tidak jarang, ustadz, mubaligh, atau penceramah yang dengan tegas mengingatkan umat tentang bahaya riba, malah menghadapi perlawanan yang keras, bahkan dari tokoh agama atau sesepuh agama itu sendiri. Permusuhan ini tentu sangat mengganggu karena seharusnya dakwah yang menyampaikan kebenaran haruslah diterima dan didukung, terutama oleh mereka yang berperan sebagai penjaga agama di masyarakat.

Mengapa ini bisa terjadi? Ada beberapa alasan yang mungkin menjelaskan fenomena ini:

A. Kepentingan Ekonomi dan Keterikatan pada Sistem yang Ada

Praktik riba sering kali dipandang sebagai cara cepat dan mudah untuk memperoleh keuntungan finansial. Jika para tokoh agama atau sesepuh desa terlibat dalam sistem ekonomi yang berbasis riba, mereka mungkin merasa terancam oleh dakwah yang mengkritik hal ini. Mereka bisa merasa bahwa status quo yang mereka jalani selama ini terancam oleh ajakan untuk kembali kepada prinsip ekonomi yang lebih adil dan sesuai dengan syariat.

B. Ketakutan Terhadap Perubahan

Di beberapa komunitas, terutama yang sudah terbiasa dengan cara hidup tertentu, perubahan bisa sangat menakutkan. Banyak orang yang menganggap bahwa dakwah yang menantang norma atau kebiasaan lama bisa menyebabkan keguncangan sosial. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk mempertahankan cara-cara lama, meskipun sebenarnya itu salah menurut syariat.

C. Ketidaktahuan atau Salah Paham terhadap Dakwah

Sebagian tokoh agama atau sesepuh desa mungkin merasa bahwa dakwah yang mengkritik praktik riba adalah upaya untuk merusak keharmonisan atau mengganggu kedamaian desa. Mereka mungkin tidak sepenuhnya memahami bahwa dakwah yang menegur tentang riba justru bertujuan untuk memperbaiki masyarakat dan menjauhkan mereka dari dosa besar. Dalam beberapa kasus, ini bisa dilihat sebagai kesalahan tafsir atau kurangnya pemahaman tentang prinsip-prinsip muamalah dalam Islam.


3. Dampak dari Permusuhan Terhadap Dakwah

Permusuhan terhadap dakwah yang benar dan sesuai dengan syariat Islam adalah hal yang sangat berbahaya. Ada beberapa dampak besar yang bisa timbul akibat fenomena ini:

A. Kehilangan Keberkahan dalam Masyarakat

Ketika dakwah yang mengingatkan umat tentang larangan riba dihadapi dengan perlawanan, ini bisa menutup pintu keberkahan dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Keberkahan dalam rezeki akan hilang jika umat tetap berada dalam kesalahan. Dampaknya bisa dirasakan oleh keluarga, individu, dan bahkan masyarakat secara keseluruhan.

B. Menghambat Perubahan Positif

Dakwah yang seharusnya menjadi motor penggerak perubahan positif dalam masyarakat bisa terhambat. Permusuhan terhadap dakwah ini menciptakan penutupan jalan bagi mereka yang ingin memperbaiki keadaan. Ketika masyarakat tidak diajak untuk mendengarkan kebenaran, mereka akan terus terjebak dalam praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.

C. Meninggalkan Umat dalam Kegelapan

Ketika tokoh agama atau sesepuh desa memilih diam atau melawan dakwah yang benar, mereka tidak hanya mengabaikan tanggung jawabnya, tetapi juga meninggalkan umat dalam kegelapan. Umat yang seharusnya mendapat petunjuk tentang jalan yang benar, malah dibiarkan tanpa arahan yang jelas.


4. Apa yang Harus Dilakukan?

Menghadapi fenomena ini, umat Islam memiliki tanggung jawab untuk bergerak menegakkan kebenaran, meski harus menghadapi tantangan yang berat. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa diambil:

A. Berani Menyampaikan Kebenaran

Sebagai seorang penceramah, ustadz, atau mubaligh, kita harus berani dan tegas dalam menyampaikan kebenaran, meskipun itu tidak selalu populer. Dakwah adalah tanggung jawab besar untuk menyampaikan pesan Allah, dan kita tidak boleh mundur hanya karena perlawanan.

B. Menjalin Dialog dengan Tokoh-Tokoh Agama

Sebagai umat, kita perlu mencari jalan tengah dengan tokoh agama atau sesepuh desa yang menentang dakwah ini. Dengan dialog yang penuh hikmah, kita bisa mencoba membuka mata mereka tentang pentingnya mengikuti prinsip syariah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam ekonomi.

C. Mengedukasi Masyarakat tentang Muamalah Islam

Penting untuk memperkenalkan ilmu muamalah Islam yang benar kepada masyarakat, agar mereka memahami bahwa sistem ekonomi Islam tidak hanya menghindari riba, tetapi juga mendorong keadilan dan keberkahan dalam setiap transaksi. Edukasi ini bisa dilakukan melalui kajian-kajian rutin, seminar, dan kampanye di tingkat komunitas.


5. Penutup: Membangun Umat yang Sejahtera

Ketika dakwah menghadapi perlawanan, kita harus tetap teguh dan berjuang dengan sabar. Dakwah bukan hanya untuk mengubah individu, tetapi juga untuk memperbaiki masyarakat secara keseluruhan. Jika kita semua, sebagai umat Islam, tidak lagi menutup mata terhadap praktik-praktik yang bertentangan dengan ajaran agama, maka kita akan memperoleh keberkahan yang hakiki.

Mari bersama-sama berjuang untuk menegakkan prinsip-prinsip keadilan, menghindari riba, dan memperbaiki tatanan sosial yang ada. Perubahan dimulai dari diri kita, dan kita semua memiliki tanggung jawab untuk membangun umat yang sejahtera, sesuai dengan ajaran Islam yang penuh dengan rahmat dan keberkahan.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment