Dalam sistem kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai moral dan religius, menjadi seorang pemimpin bukanlah perkara ringan. Kepemimpinan bukan hanya soal administrasi dan pengambilan keputusan teknis, tetapi juga menyangkut tanggung jawab spiritual yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Hisab atas kepemimpinan adalah nyata dan berat, karena setiap keputusan yang diambil bukan hanya berdampak pada dunia, tetapi juga pada akhirat.
Pemimpin wajib memiliki fondasi keimanan dan religiusitas yang kuat. Ia tidak boleh kehilangan arah hanya karena tekanan dari keinginan publik yang majemuk dan plural. Walau benar bahwa masyarakat memiliki keragaman kebutuhan dan pandangan, tidak semua keinginan patut dipenuhi, apalagi jika berpotensi menjerumuskan atau membawa dampak negatif secara moral dan spiritual. Dalam kondisi semacam itu, seorang pemimpin justru harus berani bersikap: menolak dengan bijak, mengarahkan dengan arif.
Keputusan-keputusan yang benar sering kali tidak populer. Namun, kepemimpinan yang hanya berorientasi pada popularitas adalah kepemimpinan yang rapuh. Pemimpin sejati tidak takut dianggap tidak disukai, tidak takut kehilangan citra, karena yang ia takutkan adalah murka Tuhan atas kelalaiannya memimpin.
Masyarakat tidak selalu tahu apa yang terbaik bagi mereka. Di sinilah fungsi utama pemimpin: bukan sekadar menuruti, melainkan membimbing. Membawa masyarakat kepada nilai-nilai kebaikan, keadilan, dan keselamatan dunia-akhirat. Tentu saja ini menuntut pemimpin yang punya prinsip, keberanian, dan kebijaksanaan tinggi.
Seorang pemimpin yang tidak lagi peduli pada benar atau salah, yang melayani semua keinginan tanpa pertimbangan moral, bukanlah pemimpin yang bijak — ia hanyalah pelayan kekacauan. Pemimpin semacam ini kehilangan martabatnya, menjadi pemimpin bodoh yang hanya mengejar pujian sesaat.
Oleh karena itu, pemimpin yang baik adalah ia yang takut kepada Tuhan, bukan takut pada kemarahan rakyat. Ia yang teguh menjaga prinsip, sekaligus lembut dalam membimbing rakyat ke arah yang benar. Bukan pemimpin yang asal disukai, tapi yang layak dipercaya — di dunia maupun di akhirat.
By: Andik Irawan