Pindai Retina: Canggih, Tapi Bahayanya Nyata

Bagikan Keteman :


Teknologi pemindaian retina kini mulai masuk ke kehidupan kita—dari bandara, kantor, hingga sistem keamanan rumah pintar. Sekilas terdengar futuristik, bahkan aman. Tapi, apakah benar seaman itu? Faktanya, pindai retina bisa jadi ancaman serius terhadap privasi dan keamanan data pribadi.


Retina: Kunci yang Tak Bisa Diganti

Setiap orang punya pola retina yang unik. Karena itu, retina jadi “kata sandi biologis” yang sangat kuat. Tapi justru di situlah masalahnya.

Kalau kata sandi bocor, kita tinggal ganti. Tapi kalau data retina bocor? Kita tidak bisa ganti retina.

Sekali data biometrik seperti retina diretas, maka akses ke identitas digital kita bisa rusak selamanya.


Siapa Pegang Data Kita?

Pertanyaan pentingnya: siapa yang menyimpan data retina kita? Banyak sistem biometrik saat ini dikelola oleh perusahaan swasta atau lembaga yang belum tentu transparan.

  • Apakah data disimpan secara aman?
  • Apakah mereka menjual data ke pihak ketiga?
  • Apakah kita punya hak untuk menghapus data kita?

Tanpa regulasi yang kuat, data retina bisa menjadi aset komersial yang diperjualbelikan tanpa sepengetahuan kita.


Bayangan Distopia: Mata Kita Diawasi

Teknologi retina bisa digunakan untuk pengawasan massal. Bayangkan kamera dengan pemindai retina di tempat umum yang bisa mengidentifikasi kita tanpa izin. Kita tak lagi anonim di jalan, pusat perbelanjaan, atau tempat ibadah.

Privasi bisa hilang secara permanen—dan kita bahkan tidak sadar kapan itu terjadi.


Indonesia Belum Siap

Sayangnya, Indonesia belum memiliki sistem perlindungan data biometrik yang benar-benar kuat. UU Perlindungan Data Pribadi baru mulai diterapkan, tapi masih minim implementasi dan belum spesifik mengatur biometrik tingkat lanjut seperti retina.


Kesimpulan: Antara Kemudahan dan Risiko

Teknologi pemindai retina memang menjanjikan keamanan. Tapi jangan sampai kita mengorbankan hak privasi dan kendali atas tubuh kita sendiri demi sekadar kenyamanan.

Kita perlu:

  • Regulasi ketat soal penggunaan data biometrik,
  • Transparansi dari penyedia teknologi,
  • Kesadaran publik tentang pentingnya menjaga identitas digital.

Mata kita adalah jendela jiwa, tapi di era digital, bisa juga jadi pintu yang dibobol. Waspadalah sebelum semuanya terlambat.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment