Ketika Tidak Ada yang Mengurus Kaum Lemah: Alarm Bahaya bagi Sebuah Desa
Bayangkan sebuah desa. Luasnya tidak seberapa. Penduduknya saling mengenal. Masjid berdiri megah di tengah-tengah. Tapi… tak ada satu pun lembaga, tokoh, atau kelompok yang mengorganisir perhatian terhadap kaum dhuafa, anak yatim, dan janda miskin.
Lalu siapa yang akan bertanggung jawab?
Tanggung Jawab Sosial: Bukan Sekadar Kebaikan, Tapi Kewajiban
Dalam Islam, memperhatikan kaum lemah bukan pilihan, tapi kewajiban sosial. Bahkan disebut dalam Al-Qur’an sebagai indikator keimanan yang sesungguhnya.
“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.” (QS. Al-Ma’un: 1-3)
Kita sering mengira pendusta agama adalah orang ateis, ternyata menurut Al-Qur’an—orang yang tak peduli pada yatim dan miskin juga termasuk!
Di Mana Para Aghniya?
Tak bisa dipungkiri, dalam satu desa pasti ada orang-orang kaya. Mereka punya sawah, toko, kendaraan, rumah besar. Namun, bila tidak ada yang mengorganisir kekayaan itu untuk membantu yang lemah, maka nilai keberkahan pun menguap.
“Ambillah zakat dari harta mereka, untuk membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103)
Tapi siapa yang akan ambil zakat itu? Siapa yang menyusun data mustahik? Siapa yang menyambungkan kebutuhan dengan sumber daya? Jika tak ada satu pun yang bergerak, maka dosa sosial pun menumpuk di tengah-tengah masyarakat.
Kematian Ruh Sosial Islam
Yang lebih menyedihkan, ini semua terjadi bukan karena tidak mampu—tapi karena lupa, lalai, atau tak ada yang mau peduli. Agama menjadi hanya soal ibadah pribadi. Masjid penuh saat shalat, tapi perut yatim dibiarkan kosong.
Nabi SAW bersabda: “Tidak beriman orang yang kenyang, sementara tetangganya kelaparan dan ia tahu.” (HR. Bukhari)
Ketika agama dipisahkan dari kepedulian sosial, maka itulah agama yang mati, hampa, dan tidak membumi.
Saatnya Membangun Gerakan Sosial Desa
Kita tidak butuh banyak. Cukup 3–5 orang jujur dan peduli yang mulai mendata:
- Siapa saja yang butuh bantuan
- Siapa saja yang bisa diajak gotong-royong
- Dana masjid, infak, zakat profesi—semua bisa dikelola
- Dan yang paling penting: niat tulus karena Allah
Dengan niat baik dan koordinasi yang rapih, satu desa bisa bangkit menjadi masyarakat Islam yang hidup dan peduli.
Penutup: Jangan Tunggu Bencana Datang
Jangan tunggu seorang yatim menjadi liar karena lapar.
Jangan tunggu janda menangis di malam hari karena tak mampu bayar listrik.
Dan jangan tunggu Allah menurunkan peringatan-Nya karena kita abai.
Jika tidak ada satu pun yang mengurus kaum lemah, maka itulah pertanda bahwa iman sosial sedang sekarat. Maka mari bangkit, mulai dari yang kecil, dari desa kita sendiri.
By: Andik Irawan