Dinamika Dakwah: Ketika Perbedaan Datang dari Sesama Dai

Bagikan Keteman :


Menjadi juru dakwah atau aktivis dakwah bukan sekadar tugas mulia, tapi juga amanah berat. Banyak orang mengira bahwa tantangan terbesar dakwah adalah menghadapi masyarakat awam atau penentangan dari luar. Namun realitanya, ujian yang paling berat sering justru datang dari dalam—dari sesama juru dakwah, sahabat seperjuangan yang memiliki pandangan dan prinsip berbeda dengan kita.

Ketika Kawan Menjadi Ujian

Ada kalanya kita berhadapan dengan rekan sesama dai yang cenderung longgar dalam memahami hukum syariat. Mereka mengambil pendekatan yang lebih lunak, lebih fleksibel, bahkan kadang dinilai terlalu kompromistis terhadap nilai-nilai agama. Di sisi lain, kita merasa bahwa sikap tersebut bertentangan dengan semangat menjaga kemurnian syariat. Lantas, bagaimana menyikapi perbedaan ini?

1. Dakwah Bukan Soal Hitam Putih

Perlu kita sadari bahwa dakwah bukan hanya persoalan halal-haram, benar-salah, tapi juga persoalan kebijaksanaan (hikmah) dalam menyampaikan. Dalam Islam, ada ruang perbedaan pendapat, selama berada dalam koridor ijtihad yang benar. Pendapat yang berbeda belum tentu salah; bisa jadi itu lahir dari latar belakang, guru, atau pengalaman dakwah yang berbeda.

2. Memahami Perbedaan: Antara Prinsip dan Metode

Bisa jadi kita sepakat dalam prinsip: dakwah harus menyeru pada kebaikan, menjauhi kemungkaran, dan membela kebenaran. Tapi kita berbeda dalam metode: satu menggunakan pendekatan tegas, yang lain memilih pendekatan ramah dan persuasif. Perbedaan metode ini bukan berarti pengkhianatan terhadap syariat, melainkan strategi menghadapi umat yang sangat beragam tingkat pemahaman dan keadaannya.

3. Ukhuwah Harus Lebih Kuat dari Ego

Yang patut diwaspadai adalah ketika perbedaan pendapat berubah menjadi permusuhan. Kita mulai meragukan niat rekan dakwah, mencurigai tujuan mereka, hingga menjatuhkan martabatnya di depan publik. Inilah titik lemah dakwah: ketika ego lebih dominan daripada ukhuwah.

Padahal Rasulullah SAW telah mencontohkan adab luar biasa dalam menyikapi perbedaan. Bahkan terhadap orang yang jelas-jelas keliru, beliau tetap penuh kasih sayang dan kelembutan.

4. Musyawarah dan Tarbiyah Hati

Menghadapi dinamika ini, solusinya bukan saling menyalahkan di media sosial, bukan pula mengajak ‘perang dingin’. Solusinya adalah membangun ruang musyawarah yang terbuka, jujur, dan penuh adab. Dan yang paling penting: memperkuat tarbiyah hati agar dakwah ini benar-benar berlandaskan lillah, bukan hanya karena kelompok, organisasi, atau tokoh tertentu.

5. Fokus pada Prioritas Umat

Hari ini, umat Islam menghadapi tantangan besar: arus sekularisme, gaya hidup hedonis, dan kemunduran moral yang merajalela. Jika para dai sibuk berselisih di internal, siapa yang akan menyelamatkan umat? Jika energi habis untuk memperdebatkan hal-hal cabang, siapa yang akan menguatkan akidah dan menyadarkan masyarakat?


Penutup: Satu Barisan, Berbeda Gaya

Dakwah adalah jalan panjang. Di tengah jalan itu, akan kita temui rekan-rekan seperjalanan yang berbeda cara melangkah. Jangan buru-buru menilai mereka salah. Boleh jadi mereka sedang mengambil rute yang berbeda, tapi menuju tujuan yang sama.

Mari saling menguatkan, bukan menjatuhkan. Karena musuh dakwah terlalu banyak untuk kita saling menyerang. Dan umat terlalu butuh pencerahan untuk kita sibuk bertengkar.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment