Negeri yang Siap Dijajah: Ketika Cinta Dunia Menjadi Akar Kehancuran

Bagikan Keteman :


Negeri yang Siap Dijajah: Ketika Cinta Dunia Menjadi Akar Kehancuran

Di zaman ini, senjata tak lagi menjadi alat utama penjajahan. Uang adalah peluru baru. Kekuasaan adalah alat kendali. Dan manusia yang cinta dunia menjadi celah masuk paling mudah.

Manusia jenis ini sangat banyak. Mereka tersebar di mana-mana, bahkan di titik-titik strategis negeri ini: kursi pemerintahan, ruang pengadilan, gedung parlemen, panggung-panggung pengaruh, hingga mimbar-mimbar suci. Mereka mengenakan pakaian rapi, bicara penuh jargon moral, tetapi hatinya telah dikendalikan oleh satu hal: rasa takut akan kehilangan dunia.


Takut Miskin, Takut Sengsara, Takut Mati

Inilah penyakit spiritual yang telah melumpuhkan keberanian banyak manusia. Ketika seseorang lebih takut miskin daripada takut berkhianat, lebih takut sengsara daripada takut menzalimi, dan lebih takut mati daripada takut hidup tanpa harga diri, maka ia telah siap dijajah—bahkan tanpa perlu diancam.

Jenis manusia seperti ini kini mendominasi bumi. Dan Indonesia pun tak terkecuali.


Pejabat Bisa Dibeli, Hukum Bisa Diatur

Lihatlah realita di sekitar kita. Betapa mudahnya kekuasaan dibeli. Betapa cepatnya hukum dibengkokkan. Semua terjadi karena banyak dari mereka yang memegang kekuasaan tidak lagi menjadikan amanah sebagai kehormatan, tetapi sebagai ladang transaksi.

Ketika uang bisa membeli kebijakan, maka bangsa ini telah menjadi pasar. Ketika hukum bisa dikendalikan oleh investor, maka rakyat telah menjadi komoditas. Dan penjajahan pun berjalan dengan halus, nyaris tanpa disadari.


Bangsa Tanpa Jiwa: Jalan Menuju Kehancuran

Bila rakyat negeri ini telah kehilangan keberanian, maka negeri ini kehilangan jiwanya. Jika tak ada lagi jumlah yang signifikan dari warga negara yang:

  • Berani hidup sederhana demi kebenaran,
  • Rela menanggung risiko demi keadilan,
  • Tegar meski ditinggal demi mempertahankan kehormatan bangsa,
  • Bahkan bersedia mati demi kedaulatan,

maka negeri ini bukan hanya siap dijajah—tapi telah menjadi calon jajahan paling empuk di dunia.


Refleksi: Inilah Penjajahan Paling Licik dalam Sejarah

Kita sedang hidup dalam babak baru sejarah manusia: penjajahan tanpa peluru, tanpa tank, tanpa invasi. Hanya cukup dengan uang, kekuasaan, dan manusia-manusia yang rapuh mentalnya.

Musuh tidak perlu masuk dengan kapal perang. Mereka cukup kirim proposal investasi. Tak perlu kirim pasukan, cukup lobi pejabat. Tak perlu merebut tanah, cukup beli aturan.


Harapan Itu Masih Ada

Namun jangan salah. Masih ada mereka yang tak bisa dibeli. Masih ada yang tidak takut miskin, tidak gentar sengsara, dan tidak gentar mati demi harga diri bangsa.

Merekalah benteng terakhir negeri ini. Jika jumlah mereka cukup, negeri ini akan tetap tegak. Tapi jika mereka pun habis, maka Indonesia hanya tinggal nama.


Kesimpulan: Siapa Penjajah, Siapa Terjajah?

Hari ini, yang dijajah bukan lagi hanya tanah, tetapi juga pikiran dan hati manusia. Maka yang perlu kita bangun bukan sekadar infrastruktur fisik, tapi pertahanan moral dan spiritual.

Bangkitlah, wahai anak bangsa! Bangun kembali keberanianmu! Jangan takut miskin jika itu jalan untuk jujur. Jangan takut sengsara jika itu harga dari keadilan. Dan jangan takut mati jika itu demi kemerdekaan yang hakiki.

Karena hanya bangsa yang berani yang akan tetap merdeka.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment