Nikmat Damai: Hadiah Langit yang Sering Terlupa

Bagikan Keteman :


Di balik kesibukan harian, kita jarang menyadari bahwa bisa hidup dalam kedamaian adalah karunia yang luar biasa. Tidak ada suara tembakan, tidak ada bom yang meledak di sudut jalan, tidak ada anak-anak yang kehilangan rumah atau keluarga karena perang. Kita hidup tenang—dan itu bukan hal kecil. Itu adalah nikmat besar dari Tuhan.

Bagi kita, kaum Muslimin, damai bukan sekadar kondisi sosial. Ia adalah karunia ilahi yang sangat mulia. Dalam Al-Qur’an, Allah berulang kali menyebut bahwa salah satu tanda kasih sayang-Nya kepada hamba adalah ketika mereka hidup dalam aman dan tenteram. Bahkan, surga digambarkan sebagai tempat penuh kedamaian—tidak ada kekhawatiran, tidak ada keributan.

“Dan Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (tempat kedamaian) dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.”
(QS. Yunus: 25)

Maka dari itu, ketika sebuah bangsa hidup tanpa huru-hara dan peperangan, itu adalah tanda bahwa Tuhan masih mencurahkan rahmat-Nya kepada negeri tersebut. Dan sudah semestinya kita tidak lalai mensyukurinya.

Tapi, Bagaimana Cara Bersyukur?

Bersyukur tidak cukup hanya dengan berkata, “Alhamdulillah.” Syukur sejati adalah tindakan nyata. Dan bentuk syukur tertinggi atas nikmat damai adalah menjadi hamba yang baik.

Apa artinya menjadi hamba yang baik?

  • Menjaga diri dari ucapan dan tindakan yang bisa memicu konflik
  • Berkontribusi untuk kebaikan masyarakat
  • Menegakkan keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan
  • Menyebarkan kasih sayang, bukan kebencian
  • Menjalankan agama dengan penuh cinta, bukan permusuhan

Ketika seseorang menjadi hamba yang baik, Tuhan akan menghormatinya. Tuhan akan menjaga hatinya tetap tenang, memperluas rezekinya, melindunginya dari fitnah, dan mengangkatnya di mata manusia.

“Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu…”
(QS. Ibrahim: 7)

Jangan Sampai Nikmat Itu Hilang

Lihatlah dunia hari ini. Banyak negeri yang dulu damai, kini porak-poranda karena ulah tangan manusia. Bukan karena musuh dari luar, tapi karena lupa bersyukur dan lalai menjaga kedamaian.

Oleh karena itu, mari kita rawat damai ini. Bukan hanya dengan doa, tapi juga dengan menjadi pribadi yang cinta kebaikan dan membawa ketenangan, bukan kebisingan. Kita tidak tahu seberapa lama nikmat ini akan bertahan. Tapi selama masih ada, jangan disia-siakan.

Penutup

Damai adalah karunia langit. Jika kita mensyukurinya, ia akan tetap ada dan bertambah. Tapi jika kita kufur, sejarah telah banyak mencatat bagaimana kedamaian bisa berubah menjadi kehancuran dalam sekejap.

Maka jadilah hamba yang baik—dan Tuhan akan menghormatimu.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment