Filosofi Genteng: Tentang Posisi, Fungsi, dan Kehormatan

Bagikan Keteman :


Filosofi Genteng: Tentang Posisi, Fungsi, dan Kehormatan

Di atas setiap rumah yang kokoh berdiri, terdapat genteng—lembaran sederhana yang terbuat dari tanah liat. Sekilas, genteng tampak biasa saja. Ia tak mewah, tak mencolok, bahkan mungkin tampak remeh bila diletakkan begitu saja di tanah. Tapi saat genteng berada di tempat yang seharusnya—di atap rumah—ia menjelma menjadi pelindung yang tangguh, penjaga kehangatan, dan simbol keteduhan.

Genteng adalah cerminan kehidupan. Ia mengajarkan kita filosofi mendalam tentang ketepatan posisi, nilai fungsi, dan arti kehormatan sejati.

Genteng dan Kehormatan yang Muncul dari Fungsi

Genteng hanya menjadi bermanfaat ketika ia berada di tempat yang tepat. Bukan di bawah, bukan di pinggir jalan, apalagi di tumpukan sampah. Ia memperoleh kehormatannya bukan karena bahannya istimewa, tapi karena fungsinya jelas dan posisinya tepat. Diletakkan di puncak bangunan, ia melindungi seluruh isi rumah dari panas dan hujan. Tapi bila ia ditempatkan sembarangan, ia kehilangan nilai—ia bahkan bisa dianggap sebagai sampah.

Bukankah manusia juga seperti itu?

Potensi Manusia: Sederhana, Tapi Bermakna

Kita semua, seperti genteng, berasal dari tanah. Namun bukan asal-usul yang menentukan nilai kita, melainkan peran yang kita jalani dan fungsi yang kita mainkan dalam kehidupan ini. Seorang guru yang mendidik dengan hati, seorang ayah yang melindungi keluarganya, seorang petani yang setia menanam padi—mereka semua mungkin tampak sederhana, tapi justru di situlah letak kemuliaannya. Mereka berada di tempat yang tepat, menjalankan fungsi dengan ikhlas, dan dari situlah wibawa dan kehormatan tumbuh.

Ketepatan Posisi: Bukan Tentang Tinggi atau Rendah

Kehidupan bukanlah soal berada di atas atau di bawah, melainkan soal ketepatan. Genteng menjadi mulia karena ia berada di atas, tapi bukan untuk disembah—melainkan untuk melindungi. Maka, ketika seseorang berada di posisi tinggi, itu bukanlah untuk dihormati semata, tapi untuk memberi perlindungan, manfaat, dan keteladanan. Sebaliknya, jika posisi itu hanya untuk mencari gengsi, maka seperti genteng yang dipasang asal-asalan, kehormatan akan sirna, dan makna pun lenyap.

Refleksi untuk Kita Semua

Filosofi genteng ini mengajarkan bahwa:

  • Tidak ada manusia yang tidak berharga. Hanya saja, banyak dari kita yang belum menemukan atau menjalani posisi dan fungsi yang tepat.
  • Wibawa bukan datang dari penampilan luar, tapi dari peran yang dijalani dengan kesungguhan dan ketulusan.
  • Kehormatan tidak datang karena status, melainkan karena kontribusi.

Penutup

Jadilah seperti genteng. Ia diam, namun bekerja. Ia tidak mencari pujian, tapi memberi perlindungan. Ia tidak memamerkan kemewahan, tapi menjalankan fungsinya dengan setia. Dan karena itu, ia dihormati—bukan karena bentuknya, tapi karena manfaatnya.

Temukanlah tempatmu. Jalani fungsimu. Maka wibawamu akan tumbuh bukan karena kamu mencarinya, tapi karena kamu layak untuk itu.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment