Pahami Syariat Pembagian Daging Qurban: Murni Karena Allah, Bukan Balas Jasa
Setiap kali Hari Raya Idul Adha tiba, semarak pelaksanaan ibadah qurban terasa di seluruh penjuru negeri. Hewan-hewan qurban disembelih, dagingnya dibagikan ke berbagai kalangan, dan umat Islam bergembira menyambut momen penuh berkah ini. Namun, ada satu hal yang sering luput dari perhatian: bagaimana cara pembagian daging qurban yang sesuai dengan syariat Islam?
Islam bukan sekadar agama ritual, tetapi sistem kehidupan yang lengkap. Termasuk dalam hal ini adalah aturan tegas dan rinci soal penyaluran daging qurban, yang merupakan bagian dari hukum Allah. Maka, memahami dan mengamalkannya dengan benar adalah bentuk ketaatan dan bukti cinta seorang muslim kepada Tuhannya.
Hak Shahibul Qurban dan Kewajiban Penyaluran
Dalam ajaran Islam, shahibul qurban (orang yang berqurban) berhak mengambil sepertiga bagian dari daging hewan qurbannya untuk konsumsi pribadi atau keluarga. Ini menunjukkan bahwa qurban bukan hanya bentuk pengorbanan materi, tapi juga mencerminkan kenikmatan yang Allah anugerahkan kepada pelakunya.
Namun, dua pertiga bagian lainnya harus disalurkan kepada orang lain, dan inilah inti sosial dari qurban: berbagi kepada sesama dengan tulus dan ikhlas.
Pemberian Qurban Itu Murni, Bukan Karena Jasa
Ini poin yang sangat penting: daging qurban yang dibagikan kepada orang lain haruslah murni sebagai pemberian karena Allah, bukan sebagai bentuk imbalan, balas jasa, atau penghargaan atas status dan peran seseorang.
Artinya:
- Tidak boleh memberikan daging qurban karena seseorang adalah panitia, guru, tokoh masyarakat, relawan, pejabat, atau orang yang membantu proses qurban.
- Tidak sah niat membagikan daging karena ingin membalas budi atau menjaga hubungan sosial.
Islam mengajarkan bahwa niat adalah segalanya. Maka, dalam ibadah qurban pun, niat memberi daging harus murni karena Allah, bukan karena kepentingan duniawi.
Mengapa Ini Penting?
Karena qurban adalah ibadah, maka standar pelaksanaannya adalah syariat, bukan kebiasaan masyarakat atau logika sosial. Ketika seseorang memberi daging qurban kepada orang lain karena “sudah membantu”, maka itu bisa tergolong sebagai upah atau hadiah, bukan sedekah murni, dan ini bertentangan dengan prinsip qurban.
Allah berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 36:
“Maka makanlah sebagiannya dan berikanlah kepada orang yang tidak meminta dan yang meminta.”
Ayat ini menunjukkan bahwa daging qurban harus diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan, tanpa syarat, tanpa pamrih, tanpa alasan duniawi.
Muslim Taat Harus Paham dan Patuh
Seorang muslim yang baik tidak cukup hanya “berniat baik”, tapi juga harus berilmu dalam beribadah. Memahami aturan syariat terkait qurban bukan hal sepele, tetapi bagian dari kesempurnaan iman.
Maka dari itu, mari kita niatkan setiap ibadah qurban kita dengan keikhlasan yang jernih. Saat memberi daging qurban, jangan pikir siapa dia, apa jasanya, atau posisinya. Pikirkan hanya: saya memberi ini karena Allah memerintahkan demikian.
Inilah makna qurban yang sesungguhnya: mendekatkan diri kepada Allah dengan hati yang bersih, harta yang halal, dan niat yang tulus.
By: Andik Irawan