Panitia Qurban: Antara Wakil Ibadah dan Pembantu Teknis

Bagikan Keteman :


Setiap kali datangnya Idul Adha, umat Islam di seluruh dunia berbondong-bondong melaksanakan ibadah qurban. Di balik kelancaran proses ini, ada sosok-sosok yang bekerja tanpa pamrih, yaitu panitia qurban. Mereka mengatur segala sesuatu, dari penerimaan hewan hingga distribusi daging. Namun, satu pertanyaan mendasar sering kali muncul: apakah panitia qurban berstatus sebagai wakil syar’i shohibul qurban, ataukah hanya pembantu teknis belaka?

Pertanyaan ini penting, karena status mereka akan menentukan hak, kewajiban, dan batasan dalam pelaksanaan ibadah qurban. Mari kita telusuri bersama dari sudut pandang syariat Islam.


Hadis Nabi: Menyoroti Peran Penyembelih (Jagal)

Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang menyembelih hewan qurban, maka janganlah ia memberikan bagian dari hewan itu kepada tukang sembelih sebagai upah. Jika ingin, berikanlah sebagai hadiah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini secara eksplisit melarang memberikan bagian dari daging qurban kepada penyembelih (jagal) sebagai upah, bukan sebagai hadiah atau sedekah.

Dengan demikian, fungsi penyembelih dalam hadis ini tidak lebih dari pembantu teknis, baik mereka dibayar maupun tidak. Mereka bukan pelaku utama ibadah, tetapi hanya membantu pelaksanaannya.


Panitia Qurban = Pembantu Teknis, Bukan Wakil Ibadah

Jika kita analogikan ke masa kini, panitia qurban berada pada posisi yang sama dengan jagal dalam hadis. Mereka adalah orang-orang yang mengurusi aspek teknis pelaksanaan qurban:

  • Menerima hewan,
  • Menyembelih (jika mereka jagal),
  • Memotong dan mengemas,
  • Menyalurkan daging kepada yang berhak.

Namun, banyak dari mereka tidak pernah menjalani akad wakalah dengan shohibul qurban. Tidak ada ucapan: “Saya wakilkan qurban saya kepada Anda” dan tidak pula ada penerimaan tugas secara resmi. Maka, secara fikih, tidak sah disebut sebagai wakil dalam ibadah qurban.

Panitia ini lebih tepat disebut sebagai sukarelawan teknis, yang keberadaannya membantu memperlancar pelaksanaan qurban, tapi bukan pelaku langsung dari ibadah itu sendiri.


Konsekuensi Fikih: Bolehkah Diberi Bagian dari Qurban?

Jika panitia tidak diupah dan bekerja secara sukarela, maka hukumnya tidak boleh menerima daging qurban sebagai upah. Namun demikian, boleh bagi shohibul qurban memberikan bagian dari hewan tersebut atas dasar hadiah atau pemberian suka-suka, bukan karena jasa.

Ini sesuai dengan kaidah dalam fikih:

“Tidak halal memberikan bagian dari qurban kepada jagal sebagai upah. Tapi boleh diberi sebagai sedekah jika miskin, atau hadiah jika bukan.”
Al-Mughni, Ibnu Qudamah

“Panitia yang membantu qurban tidak boleh diberi bagian sebagai bayaran. Tapi boleh diberi secara pribadi oleh shohibul qurban sebagai hadiah.”
Fatawa Lajnah Da’imah, Kerajaan Arab Saudi

Jadi, bila seorang panitia mendapat bagian daging, maka ia menerimanya bukan karena kontrak jasa, melainkan karena shohibul qurban ingin berbagi sebagai bentuk terima kasih.


Praktik Terbaik: Jaga Kejelasan dan Keikhlasan

Agar pelaksanaan qurban lebih sah dan terhindar dari kekeliruan:

  1. Jika ingin menjadikan panitia sebagai wakil, maka harus ada akad wakalah yang jelas, walau hanya secara lisan.
  2. Jika tanpa akad, maka posisinya hanya sebagai pembantu teknis, dan pemberian apapun dari shohibul qurban bersifat sukarela.
  3. Tidak boleh memberi daging qurban sebagai upah, kecuali dengan akad khusus dan dari dana pribadi (bukan dari daging atau bagian hewan qurban).

Penutup

Menjadi panitia qurban adalah amal yang mulia, tapi tetap harus dipahami dengan jernih dalam bingkai syariat. Kita tidak sedang menjalankan proyek logistik semata, tetapi sedang menunaikan ibadah besar yang mensyaratkan ketelitian niat dan tata cara.

Memahami bahwa panitia qurban lebih sebagai pembantu teknis dan bukan wakil ibadah, akan menumbuhkan sikap lebih hati-hati dalam membagikan amanah, dan menjaga nilai kesucian ibadah qurban itu sendiri.

Qurban bukan hanya tentang menyembelih, tapi tentang menyempurnakan niat, akad, dan amanah.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment