Menghidupkan Kembali Ruh Dakwah

Bagikan Keteman :


Dari Ceramah yang Menggema Menjadi Cinta yang Bergerak

Kita hidup di zaman ketika dakwah sering terjebak menjadi acara seremonial.
Mubaligh atau ustaz diundang, jamaah berkumpul, sambutan disampaikan, ceramah mengalir. Selesai acara, mikrofon dimatikan, para tokoh berbincang ringan, lalu pulang ke rumah masing-masing.

Namun di luar pintu masjid, masalah umat tetap berdiri tegak: kemaksiatan merajalela, remaja kehilangan arah, pemuda larut dalam pergaulan bebas, kaum dhuafa dibiarkan berjuang sendirian, kebodohan merayap di tengah masyarakat. Seolah-olah, ceramah hanya mengisi waktu—bukan mengubah keadaan.


Dakwah yang Kehilangan Nyawa

Kita harus berani mengakui: banyak dakwah yang kehilangan ruhnya.
Bukan karena kurangnya ayat dan hadits yang disampaikan, tetapi karena kurangnya sentuhan kasih sayang yang menghidupkan ajaran itu.

Padahal, Rasulullah ﷺ telah memberi teladan yang jelas:
Beliau tidak hanya berbicara di mimbar, tetapi hadir di rumah yatim, membantu yang miskin, menjenguk yang sakit, mendamaikan yang berselisih, dan memeluk yang terluka hatinya.

Dakwah bukan sekadar kata-kata indah yang terucap, melainkan kehadiran nyata yang memberi rasa aman dan harapan.


Mengapa Dakwah Berhenti di Panggung?

Fenomena ini terjadi karena beberapa hal:

  1. Paradigma sempit — dakwah dianggap cukup dengan ceramah.
  2. Budaya seremonial — lebih sibuk membuat acara besar daripada membangun pembinaan yang berkelanjutan.
  3. Pendekatan instan — datang sekali, berbicara, lalu hilang tanpa tindak lanjut.
  4. Kurangnya keberanian turun ke lapangan — enggan menghadapi realitas keras di tengah masyarakat.

Akibat yang Tak Bisa Diabaikan

  • Generasi muda kehilangan figur teladan di dunia nyata.
  • Kemiskinan, riba, narkoba, dan suap tetap subur karena tak ada gerakan yang serius menanggulanginya.
  • Umat kehilangan rasa percaya bahwa agama mampu menjadi solusi hidup.

Jika ini dibiarkan, dakwah akan menjadi gema tanpa cahaya—terdengar keras, tetapi tidak menerangi jalan.


Mengubah Dakwah Menjadi Cinta yang Bergerak

Kita semua—ustaz, mubaligh, tokoh masyarakat, pengurus masjid, bahkan jamaah biasa—punya peran untuk menghidupkan kembali ruh dakwah.

Caranya:

  • Hadirlah di hati umat — sapalah yang miskin, peluklah yang terluka, dengarkan yang kecewa.
  • Bangun program nyata — beasiswa anak yatim, pelatihan kerja untuk pemuda, bantuan kesehatan, dan pendampingan keluarga rentan.
  • Jadilah teladan hidup — agar orang mengenal Islam bukan hanya dari ceramah, tetapi dari akhlak nyata kita.
  • Ajak jamaah menjadi pelaku kebaikan, bukan sekadar pendengar setia.

Harapan yang Masih Menyala

Selama masih ada satu hati yang tergerak untuk peduli, dakwah sejati belum mati.
Selama masih ada satu tangan yang mau meraih tangan yang lain, masih ada harapan untuk mengubah keadaan.

Bayangkan jika setiap ceramah diakhiri dengan aksi nyata:

  • Satu keluarga miskin terbantu.
  • Satu anak yatim mendapat beasiswa.
  • Satu pemuda terbebas dari jerat narkoba.

Maka dakwah akan kembali menjadi cahaya yang menghidupkan, bukan sekadar kata-kata yang menguap.


Dakwah adalah cinta yang bergerak.
Cinta yang hadir, menguatkan, dan mengangkat.
Mari kita hidupkan kembali ruh itu, agar umat bukan hanya mendengar Islam, tetapi merasakan Islam di setiap helaan napas kehidupannya.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment