Ketika Hati Tidak Diberi Makan

Bagikan Keteman :


Dalam tiga hari saja, bila hati tidak diberi makan, ia bisa mati.
Mati bukan dalam arti berhenti berdetak, melainkan mati rasa terhadap kebenaran, terhadap cahaya Allah, terhadap makna hidup.

Hati itu makhluk halus, namun hidupnya sangat nyata.
Ia tidak makan nasi, daging, atau roti.
Makanannya adalah dzikir, doa, tadabbur Al-Qur’an, dan perjumpaan batin dengan Allah dalam sujud yang khusyuk.
Jika itu tak lagi hadir dalam hidup kita, maka hati perlahan layu, dingin, dan kehilangan getarannya.


Hati yang Mati: Hidup Tanpa Cahaya

Hati yang mati tidak bisa lagi menikmati indahnya ibadah.
Shalat terasa beban, Al-Qur’an menjadi bacaan hambar, dan doa hanya formalitas tanpa rasa.
Hati yang mati menjadi malas berbuat baik, bahkan sinar iman pun terasa jauh dari dirinya.

Yang lebih menyedihkan, kebanyakan manusia tidak sadar bahwa hatinya sedang sekarat.
Ia sibuk memberi makan tubuhnya setiap hari — sarapan pagi, makan siang, makan malam —
tapi lupa memberi makan hatinya walau sekadar sebutir dzikir atau secarik ayat.

Padahal yang menentukan arah hidup bukanlah otot, melainkan hati.
Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sesungguhnya dalam diri manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itu adalah hati.”
(HR. Bukhari dan Muslim)


Lalai yang Terbiasa

Mengapa banyak manusia lalai memberi makan hatinya?
Karena mereka lebih percaya pada dunia yang tampak, padahal yang paling menentukan justru yang tak terlihat.
Tubuh yang gemuk disanjung, tapi hati yang kurus diabaikan.
Orang bangga dengan kecantikan fisik, tapi lupa bahwa kecantikan sejati adalah kejernihan hati.

Hati yang lapar tidak menjerit seperti perut yang lapar.
Ia diam, tapi penderitaannya dalam.
Ia tidak berdarah, tapi sekarat dalam sepi.
Dan ketika hati sudah benar-benar mati, manusia tetap berjalan, tetap bekerja, tetap tertawa —
namun tanpa arah, tanpa rasa, tanpa nur Ilahi.


Memberi Makan Hati

Hati hidup dari cahaya Allah. Dan cahayanya hanya datang melalui ibadah dan dzikir.
Berilah hatimu makan setiap hari:

  • Dengan dzikir, agar ia selalu ingat kepada Sang Pemiliknya.
  • Dengan tilawah Al-Qur’an, agar ia kenyang oleh kalam yang menenangkan.
  • Dengan shalat yang khusyuk, agar jiwamu tertambat pada Sang Pencipta.
  • Dengan taubat dan muhasabah, agar kotoran dosa tidak menutup cahayanya.
  • Dengan bergaul bersama orang saleh, agar sinar kebaikan menular ke dalam dadamu.

Penutup: Cahaya dalam Hati

Tubuh yang kuat belum tentu menandakan hati yang hidup.
Tanda hati yang hidup adalah mudah tersentuh oleh kebenaran, mudah luluh oleh ayat, dan selalu rindu berdekatan dengan Allah.

Maka sebelum hari ini berakhir, tanyakanlah pada dirimu sendiri:

Sudahkah aku memberi makan hatiku hari ini?

Karena hati yang lapar akan mati,
dan hati yang mati akan membuat seluruh hidup kehilangan maknanya.

Rasulullah ﷺ sering berdoa:

“Ya Allah, jadikanlah cahaya dalam hatiku.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Semoga hati kita senantiasa hidup, berdenyut dengan dzikir, dan bercahaya dengan iman. 🌙


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment