Dalam kehidupan ini, kita semua tumbuh dalam lingkungan yang memengaruhi cara berpikir dan keyakinan kita. Tidak sedikit dari kita yang sejak kecil sudah dicekoki oleh berbagai mitos dan cerita-cerita turun-temurun—ada yang lucu, ada yang menakutkan, dan tak jarang justru bertentangan dengan ajaran Islam yang murni.
Salah satu kisah sederhana namun penuh pelajaran adalah tentang seseorang yang hendak bepergian jauh, namun di saat bersamaan, cicak jatuh dari langit-langit rumah dan menimpanya. Seketika ia teringat dengan mitos keluarganya sejak kecil: “Itu pertanda buruk.” Namun, yang ia lakukan justru sangat luar biasa.
Dengan mantap ia berkata dalam hati:
“Aku tetap akan pergi. Kalau pun aku mati, aku ridha. Yang penting, aku tidak mengorbankan imanku hanya karena cicak. Hidup dan mati hanya milik Allah.”
Ia memilih Tauhid, meski harus menghadapi rasa takut.
Tauhid Bukan Sekadar Kalimat, Tapi Prinsip Hidup
Sering kali kita anggap tauhid hanya sebagai kata: La ilaha illallah. Padahal, hakikat tauhid jauh lebih dalam: memurnikan seluruh kepercayaan hanya kepada Allah, dan menolak segala bentuk ketergantungan kepada selain-Nya.
Jika seseorang masih percaya bahwa benda, jimat, atau isyarat-isyarat tertentu bisa membawa sial atau untung, maka ia belum selesai dengan tauhidnya. Dan itulah pintu kesyirikan yang sangat berbahaya.
Harga Tauhid Itu Nyawa
Betapa mulianya orang yang tetap teguh menjaga tauhidnya, bahkan ketika nyawanya menjadi taruhannya. Sejarah Islam penuh dengan kisah orang-orang hebat yang lebih memilih mati dalam keimanan daripada hidup dalam penyimpangan.
Bilal bin Rabah disiksa di padang pasir, tapi tak pernah berhenti mengucapkan “Ahad… Ahad.”
Imam Ahmad bin Hanbal dipenjara dan dicambuk karena mempertahankan keyakinannya bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah, bukan makhluk.
Dan hari ini, kita pun diuji—bukan oleh cambuk dan penjara, tapi oleh mitos, rasa takut, dan godaan percaya kepada hal-hal yang tidak diajarkan oleh agama.
Kuatkan Iman, Hindari Mitos
Kadang, rasa takut muncul bukan karena ancaman nyata, tapi karena warisan kepercayaan yang belum kita uji kebenarannya. Inilah saatnya setiap Muslim belajar agama dengan baik, menguatkan pemahaman, dan memurnikan tauhid tanpa kompromi.
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah, dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.”
(QS. At-Taghabun: 11)
Motivasi untuk Kita Semua
Jika kamu sedang diuji keyakinanmu oleh ketakutan, tekanan lingkungan, atau mitos yang belum tentu benar, maka ingatlah: Jangan jual murah imanmu.
Tauhid adalah warisan terbesar para nabi. Dan kamu adalah pewarisnya hari ini.
Beranilah seperti orang dalam kisah tadi. Ia tahu bahwa hidup hanya sekali. Dan lebih baik hidup sebentar tapi penuh iman, daripada panjang umur tapi penuh kebimbangan.
Penutup: Pilih Berani, Pilih Tauhid
Percaya penuh kepada Allah tidak akan pernah membuat kita rugi. Bahkan, meski tak semua hal bisa kita lihat hasilnya di dunia, ketenangan hati yang lahir dari iman sejati adalah anugerah luar biasa yang tidak dimiliki semua orang.
Jika suatu saat kamu diuji untuk memilih: iman atau rasa aman semu, tauhid atau tradisi lama, maka kuatkan hatimu.
Karena harga tauhid memang nyawa. Tapi balasannya adalah surga.
By: Andik Irawan