Tauhid bukan sekadar kalimat yang diucapkan, tetapi prinsip hidup yang menuntun setiap langkah seorang hamba. Keimanan kepada Allah yang Esa tidak hanya diuji dalam lisan, tetapi terutama dalam tindakan dan pilihan saat menghadapi tekanan hidup. Ujian Tauhid itu nyata, hadir dalam berbagai rupa sesuai ragam kehidupan itu sendiri—dan di situlah kualitas keimanan seorang muslim diuji.
Kemiskinan: Ujian Tauhid yang Membuka Tabir Keteguhan Iman
Kemiskinan adalah ujian yang sering mengguncang keyakinan. Seseorang yang terdesak kebutuhan, tidak punya penghasilan, dan melihat kesenjangan sosial di sekelilingnya—maka ia tengah berada di tengah medan ujian Tauhid. Di saat seperti ini, apakah ia tetap menjaga kehormatan diri? Ataukah ia mulai mengeluh, putus asa, hingga menjual harga diri dengan meminta-minta, berutang tanpa tanggung jawab, bahkan menghalalkan segala cara untuk bertahan?
Jika ia tetap menjaga imannya, tetap jujur, sabar, dan yakin bahwa rezeki ada di tangan Allah—maka ia telah lulus ujian. Namun jika ia memilih jalan yang menyimpang dari nilai Tauhid, maka ia gagal dalam ujian tersebut.
Penyakit: Kesabaran Adalah Mahkota Orang Bertauhid
Sakit yang berkepanjangan adalah bentuk ujian lainnya. Seorang hamba mungkin sudah berikhtiar dengan berbagai cara, namun belum juga sembuh. Dalam kondisi ini, ada dua kemungkinan: ia bersabar, terus berikhtiar dalam batas yang dihalalkan syariat, sambil tawakal kepada Allah; atau ia mulai kehilangan arah, menempuh jalan pintas dengan pergi ke dukun, paranormal, atau praktik klenik yang dilarang dalam Islam.
Pilihan kedua ini adalah bentuk kegagalan dalam ujian Tauhid. Sebab ketika seorang hamba berpaling dari Allah kepada makhluk untuk menggantungkan harapannya, maka Tauhidnya telah ternoda. Ia tidak lagi meyakini bahwa hanya Allah yang Maha Menyembuhkan.
Persaingan dan Kegagalan: Menang Tanpa Syirik, Kalah dengan Izzah
Dalam dunia usaha, persaingan adalah keniscayaan. Namun ketika seseorang merasa terancam kalah, lalu memilih pergi ke dukun agar dagangannya laris, atau memakai azimat, atau jimat agar lebih unggul dari pesaing, maka ia telah jatuh dalam kegagalan yang sangat besar—kegagalan Tauhid. Sebab kemenangan yang dicari dengan bantuan selain Allah adalah kemenangan semu yang menggadaikan iman.
Lulus atau Gagal: Bergantung pada Respon, Bukan Hasil
Yang perlu dipahami, lulus ujian bukan berarti berhasil secara duniawi—menjadi kaya, sembuh, atau menang. Lulus adalah ketika hati tetap bergantung pada Allah, langkah tetap lurus sesuai syariat, dan iman tetap kokoh meskipun dunia tidak berpihak.
Sebaliknya, gagal bukan berarti tetap miskin atau tetap sakit. Gagal adalah saat hati mulai berpaling dari Allah, memilih jalan pintas yang bertentangan dengan iman, dan menjadikan makhluk sebagai sandaran utama.
Penutup: Tauhid Itu Praktis, Bukan Sekadar Teoritis
Ujian Tauhid adalah cermin kualitas iman yang sesungguhnya. Ia tidak hanya diuji dalam masjid, tetapi di pasar, di rumah sakit, di meja utang, dan di tengah keramaian kehidupan. Barang siapa yang mampu menjaga Tauhidnya tetap murni di tengah ujian, ia telah memperoleh kemenangan sejati—meski mungkin dunia tidak memujanya.
By: Andik Irawan