Tauhid dalam Gagasan: Menyadari Sumber Ilham yang Hakiki

Bagikan Keteman :


Seringkali ketika ide cemerlang melintas di benak kita—gagasan yang segar, pemikiran yang dalam, atau rencana yang menginspirasi—kita merasa bangga. Kita berkata dalam hati, “Ini buah dari pemikiran saya, ini hasil dari kerja keras dan kecerdasan saya.” Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya: Dari mana sebenarnya datangnya semua ide ini?

Sebagai seorang yang bertauhid, kita wajib menyadari dan meyakini satu hal penting: segala ide dan gagasan yang baik, yang muncul dalam hati dan pikiran kita, adalah datangnya dari Allah. Ini bukan sekadar pengakuan retoris, tapi bentuk penghayatan mendalam terhadap makna tauhid—meng-Esa-kan Allah dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam urusan pikiran dan kreativitas.

Ilham: Bukan Sekadar Hasil Logika

Dalam tradisi Islam, ilham adalah bagian dari karunia Allah. Ia bisa datang tanpa sebab yang logis, tanpa proses berpikir yang panjang. Kadang kita mendadak mendapatkan solusi di tengah kebuntuan, atau tiba-tiba terbayang ide besar yang membuka jalan hidup. Ini bukan kebetulan. Ini adalah petunjuk dari Sang Pemberi Ide, Allah Rabbul ‘Alamin.

Ketika kita menyadari hal ini, maka pujian bukan layak diarahkan kepada diri, melainkan kepada Allah semata. Inilah letak keikhlasan dan kesucian tauhid: menghapus segala bentuk pengakuan terhadap diri, dan menisbahkan seluruh kebaikan kepada Allah.

Tauhid Rububiyah dan Uluhiyah dalam Konteks Gagasan

Dalam pemahaman tauhid, ada dua aspek utama yang berkaitan dengan hal ini:

  • Tauhid Rububiyah: Allah adalah sumber segala sesuatu. Dialah yang menciptakan, mengatur, dan mengilhamkan. Maka, ide yang hadir dalam benak kita adalah ciptaan-Nya.
  • Tauhid Uluhiyah: Allah satu-satunya yang layak dipuji dan disembah. Ketika kita mendapatkan gagasan yang bermanfaat, jangan biarkan hati terbuai dengan pujian atau merasa diri unggul. Justru saat itulah kita diuji, apakah kita mengembalikan segala kebaikan kepada Allah atau memakainya untuk memuliakan diri.

Waspadai Ujub dan Syirik Khafi

Rasa bangga diri (ujub) atas pemikiran dan karya sendiri bisa menjadi bentuk syirik tersembunyi (syirik khafi). Saat kita mulai merasa “sayalah yang menemukan ini”, atau “ini murni karena usaha saya”, kita secara tidak sadar telah mencuri kemuliaan yang seharusnya hanya milik Allah.

Tauhid yang sejati adalah ketika seseorang mampu berkata dalam hati:

“Segala yang baik datang dari Allah, dan apa yang buruk berasal dari kekuranganku sendiri.”

Menjadikan Ide sebagai Sarana Ibadah

Setiap gagasan yang kita dapatkan bisa menjadi jalan ibadah jika kita niatkan untuk kebaikan dan disandarkan kepada Allah. Maka, ketika ide muncul:

  • Ucapkan syukur: “Alhamdulillah, ini karunia dari-Mu ya Allah.”
  • Luruskan niat: Jadikan ide itu untuk memberi manfaat, bukan pamer.
  • Gunakan dengan amanah: Jangan gunakan untuk menipu, menindas, atau mencari kehormatan palsu.

Penutup: Karya Hebat, Hati Merendah

Semakin tinggi kualitas ide yang kita hasilkan, seharusnya semakin rendah hati kita di hadapan Allah. Sebab makin cemerlang gagasan, makin besar pula nikmat yang telah Allah titipkan kepada kita. Maka, pujilah Allah, bukan diri sendiri.

Inilah bentuk tauhid dalam pikiran dan hati. Inilah kesadaran spiritual yang menjadikan seseorang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga jernih dalam ruhani dan selamat dari jebakan kesombongan.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment