π Saat Kaum Cerdik Cendekia Diam: Rakyat Kehilangan Kompas
Setiap bangsa besar selalu dibimbing oleh suara-suara akal sehat dari para pemikir dan ilmuwan. Ketika kekuasaan mulai menyimpang, yang pertama kali bersuara seharusnya adalah para cendekiawan β kaum akademisi, dosen, guru besar, ilmuwan, dan mahasiswa β yang ilmunya telah mengantarkan mereka kepada cahaya nalar dan hati nurani.
Namun hari ini kita perlu bertanya:
Di mana suara mereka?
Mengapa kampus-kampus kita sepi dari kritik yang bernas?
Mengapa fakultas-fakultas sosial, politik, hukum, ekonomi β tak lagi menyuarakan nasib rakyat kecil yang kian terhimpit?
π Tanggung Jawab Moral Kaum Cendekia
Akademisi bukan sekadar profesi. Ia adalah amanah intelektual dan moral. Setiap dosen, peneliti, profesor, dan mahasiswa mewarisi peran historis sebagai penjaga kewarasan publik, pembela keadilan, dan penyuara kebenaran.
Mereka memiliki:
- Akses pada data dan pengetahuan,
- Kemampuan berpikir kritis dan analitis,
- Kehormatan moral dan sosial,
- Platform pendidikan yang dapat membentuk opini masyarakat.
Maka jika para ilmuwan dan pendidik ini memilih diam di saat kebijakan publik menyengsarakan rakyat, sesungguhnya mereka telah mengkhianati makna keilmuan itu sendiri.
π Ketika Mereka Diam, Apa yang Terjadi?
- Rakyat kehilangan arah.
Masyarakat biasa tidak punya alat berpikir kompleks. Jika tak ada bimbingan dari kaum terdidik, rakyat hanya akan menelan informasi mentah dan mudah dimanipulasi oleh kekuasaan. - Kekuasaan makin otoriter.
Saat tak ada yang mengkritik, kekuasaan merasa benar sendiri. Lama-lama, kebenaran hanya diukur dari siapa yang berkuasa, bukan dari nilai yang sejati. - Kampus kehilangan marwah.
Perguruan tinggi sejatinya adalah menara api β penjaga cahaya peradaban. Ketika dosennya takut bersuara, mahasiswanya apatis, dan penelitiannya hanya untuk memenuhi target jurnal, maka kampus hanya menjadi pabrik ijazah β bukan penjaga kebenaran.
β Bangkit, Wahai Kaum Intelektual!
βIlmu bukan untuk disimpan, tapi untuk dibela.β
β Abu Amar Faqih
Wahai para dosen, profesor, dan mahasiswa β
Jika kalian paham ketimpangan, maka bicaralah!
Jika kalian tahu data, analisa, dan realitas yang menyimpang β maka sebarkan!
Jika kalian memiliki suara, pena, dan podium β maka gunakan untuk membela rakyat, bukan mengamankan jabatan.
Karena:
- Negara ini terlalu besar untuk dibiarkan rusak oleh diamnya orang pandai.
- Rakyat terlalu menderita untuk ditinggalkan oleh mereka yang mengerti.
- Sejarah terlalu agung untuk dilalui tanpa keberanian kaum cendekia.
π₯ Menjadi Ilmuwan Bukan Sekadar Gelar β Tapi Keberanian
Hari ini, kita tidak sedang kekurangan orang pintar. Kita kekurangan orang pintar yang berani.
Berani menulis yang tajam.
Berani berbicara yang benar.
Berani bersikap ketika banyak memilih selamat.
Jika para guru besar tidak lagi bersuara, jika para dosen hanya mengajar tanpa membela, jika mahasiswa hanya sibuk mencari nilai dan ijazah β maka kita telah kehilangan kompas bangsa.
π‘οΈ Penutup: Jangan Jadikan Ilmu sebagai Alat Diam
Ilmu bukan untuk dibungkam oleh jabatan.
Ilmu bukan untuk dijinakkan demi hibah penelitian.
Ilmu adalah obor peradaban. Dan obor hanya berguna jika menyala β meski diterpa angin kekuasaan.
Bangkitlah, wahai kaum cendekia!
Karena jika kalian tetap diam, maka rakyat akan terus dibungkam.
Dan jika rakyat terus dibungkam, maka sejarah akan mencatat:
Bahwa negeri ini hancur bukan hanya karena pemimpinnya salah,
Tapi karena kaum cerdasnya memilih bungkam.
By: Andik Irawan