Saatnya Menyadari: Jangan Biarkan Prestasi Kecil berbalik Menjadi beban

Bagikan Keteman :


Saatnya Menyadari: Jangan Biarkan Prestasi Kecil berbalik Menjadi beban

Di banyak sudut sekolah, dari TK hingga SMP, kita sering melihat pemandangan yang sama setiap tahun:
Panggung megah, dekorasi warna-warni, anak-anak dengan toga mini, orang tua berjejer sambil memegang kamera, bahkan ada yang sampai menyewa fotografer profesional. Semua tampak bahagia. Tapi, pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya dalam hati: “Prestasi seperti apa sebenarnya yang sedang kita rayakan sebesar ini?”

Prestasi Sejati vs Euforia Semu

Apakah sekadar bisa membaca huruf di usia TK, atau hafal dua surat pendek di SD, atau lulus dari jenjang pendidikan dasar, layak dirayakan dengan euforia yang begitu besar?
Tentu apresiasi itu penting. Tapi… apakah harus sebesar ini?

Mari kita buka mata bersama:
Prestasi besar adalah hasil dari perjuangan besar.
Prestasi layak euforia adalah capaian yang penuh peluh, air mata, dan perjalanan panjang melawan kegagalan.

Seorang pemuda yang menuntaskan gelar sarjana dengan segudang penelitian, membangun usaha dari nol hingga diakui banyak orang, atau seorang inovator muda yang mengubah hidup masyarakat dengan gagasannya—itulah prestasi yang layak dirayakan dengan gegap gempita.


Fenomena Eksploitasi Terselubung

Sayangnya, di balik panggung gemerlap itu, terselip kemungkinan potensi fakta yang tak bisa kita abaikan:
Potensi kemungkinan munculnya fenomena gengsi sosial dan komersialisasi pendidikan yang bisa jadi menjadi mesin utama di balik semua euforia berlebihan itu.

Sekolah-sekolah berlomba menggelar event, bukan semata untuk anak, tapi untuk menjual rasa bangga kepada orang tua.
Setiap tahun, acara ini berulang, lengkap dengan:

  • Biaya seragam wisuda
  • Biaya dokumentasi
  • Biaya dekorasi
  • Biaya konsumsi
  • Biaya pendaftaran acara
    Dan seterusnya…

Dan siapa yang akhirnya paling terbebani? Orang tua.

Banyak dari mereka harus merogoh kocek dalam-dalam, bahkan ada yang berutang demi momen satu hari penuh simbol, tanpa esensi.
Tanpa disadari, ini bisa merupakan bentuk eksploitasi emosional dan finansial yang dilegalkan.


Bangun Kesadaran Baru: Saatnya Menjadi Orang Tua yang Lebih Bijak

Kita semua tentu ingin melihat anak-anak kita bahagia, merasa dihargai, dan termotivasi.
Tapi, sebagai orang tua dan masyarakat yang cerdas, kita juga harus belajar membedakan antara:

  • Menghargai proses perkembangan anak
    VS
  • Menjebak diri dalam pusaran budaya konsumtif yang tidak mendidik

Apresiasi itu penting, tapi cukup dengan cara yang bermakna dan sederhana:

✅ Pujian tulus dari orang tua
✅ Pelukan hangat dan kata-kata motivasi
✅ Sertifikat penghargaan tanpa biaya tinggi
✅ Kegiatan sosial bersama yang membangun empati anak
✅ Momen refleksi kecil bersama keluarga

Itulah bentuk perayaan sejati yang mendidik, bukan sekadar simbolik.


Mengapa Harus Berubah?

Jika kita terus membiarkan fenomena ini berjalan tanpa kontrol, akan ada beberapa bahaya nyata yang menanti generasi kita:

  1. Anak tumbuh dengan mental instan:
    Terbiasa senang atas capaian kecil, tanpa tahu rasanya berjuang lebih keras.
  2. Anak mudah kecewa di masa depan:
    Ketika nanti menghadapi dunia nyata yang penuh tantangan, anak bisa cepat menyerah karena tidak terbiasa menghadapi proses panjang tanpa tepuk tangan instan.
  3. Budaya gengsi makin subur:
    Orang tua makin terpacu ikut arus demi status sosial, bukan demi nilai pendidikan sejati.

Ayo Menjadi Generasi Orang Tua yang Cerdas dan Kritis

Perubahan besar selalu dimulai dari kesadaran kecil di dalam hati masing-masing.
Mulailah dengan bertanya pada diri sendiri:

  • Apakah saya ikut arus ini karena benar-benar untuk perkembangan anak?
  • Ataukah saya hanya takut dicap tidak peduli?
  • Apakah bentuk apresiasi ini benar-benar mendidik?
  • Ataukah hanya buang-buang uang untuk gengsi sesaat?

Berani berkata “cukup”, bukan berarti tidak sayang anak. Justru itulah bentuk kasih sayang paling tulus: mengajarkan makna perjuangan dan kesederhanaan.


Penutup: Bangga Itu Perlu, Tapi Bijak Lebih Utama

Mari kita rayakan setiap tahapan pendidikan anak-anak kita dengan cara yang lebih bermakna, lebih mendidik, dan lebih proporsional.
Mari kita hentikan budaya euforia berlebihan untuk prestasi yang memang masih tahap normal dalam perkembangan usia.
Dan yang paling penting…
Mari kita bebaskan diri kita dan anak-anak kita dari eksploitasi sosial dan komersialisasi pendidikan yang semakin membebani.

Bangga boleh, gengsi jangan.
Apresiasi wajar, jangan berlebihan.
Pendidikan itu proses panjang, bukan panggung sesaat.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment