Ketika Doa dan Kejujuran Mengubah Takdir

Bagikan Keteman :


Di sudut jalan kota, di bawah terik matahari dan kadang diguyur hujan, berdirilah seorang lelaki sederhana.
Ia bukan pejabat. Ia bukan pengusaha. Ia hanyalah seorang juru parkir biasa. Tapi siapa sangka, di balik seragam lusuh dan senyum ramahnya, tersembunyi cita-cita besar dan hati yang sangat mulia.

Ia punya dua impian besar dalam hidupnya:

Membangun rumah yang layak untuk keluarganya, dan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.

Mungkin sebagian orang akan tertawa dan menganggap itu mimpi ketinggian.

“Gaji juru parkir, mana mungkin cukup untuk bangun rumah dan naik haji?”

Secara logika manusia, mungkin itu tidak masuk akal.
Tapi Tuhan tidak terikat oleh logika manusia. Tuhan bekerja lewat kejujuran, ketekunan, dan doa yang tulus dari jiwa yang bersih.


Ia Tidak Punya Banyak, Tapi Ia Punya Segalanya

Sang juru parkir ini hidup sederhana. Penghasilannya terbatas. Tapi ia punya sesuatu yang sangat mahal di mata Tuhan:

  • Ia jujur dalam bekerja. Tak pernah memanipulasi karcis atau menipu tarif.
  • Ia disiplin, datang lebih pagi dari yang lain, pulang lebih lambat demi tanggung jawabnya.
  • Dan yang paling penting, ia ahli tahajud.

Setiap malam, saat kota tidur, ia bangun. Ia basuh wajahnya, ia sujud, dan ia berdoa dengan air mata. Ia tidak pernah minta yang macam-macam. Ia hanya bilang:

“Ya Allah, berilah aku rezeki yang halal. Berilah aku rumah yang layak untuk keluargaku. Dan sampaikan aku ke Tanah Suci-Mu sebelum matiku tiba.”

Doa itu ia panjatkan setiap malam, tanpa bosan, tanpa henti. Inilah hamba yang tidak hanya punya harapan besar, tapi juga kesungguhan besar dalam mengetuk pintu langit.


Mustahil Hanya untuk Mereka yang Tak Pernah Berdoa

Berbeda dengan orang yang juga juru parkir, juga sederhana, juga punya mimpi yang sama—tapi:

  • Tak pernah bangun malam.
  • Tak pernah menengadah tangan kepada Tuhan.
  • Tidak pernah sungguh-sungguh minta kepada Pemilik Segala Kemungkinan.

Orang seperti ini bisa disebut pemimpi palsu—bahkan mungkin pembohong besar kepada dirinya dan kepada Tuhannya.
Karena ia tahu betul penghasilannya terbatas, tahu bahwa cita-citanya besar, tapi ia enggan menyandarkan harapannya pada kekuatan doa dan ibadah.
Bahkan untuk sekadar dua rakaat tahajud pun ia tak sempat, padahal ia mampu.

Maka harapan itu kosong.
Cita-cita tanpa doa adalah kehampaan. Mimpi besar tanpa ibadah adalah kebohongan.


Doa dan Kejujuran: Kombinasi Tak Terkalahkan

Dalam Islam, Tuhan tidak menilai dari besar kecilnya penghasilan, tapi dari:

  • kejujuran dalam usaha,
  • kesungguhan dalam doa,
  • dan ketulusan dalam ibadah.

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menjadikan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak ia sangka-sangka.”
(QS. At-Talaq: 2–3)

Sang juru parkir jujur itu mungkin tak punya relasi, tak punya ijazah tinggi, tak punya modal besar. Tapi ia punya modal spiritual yang luar biasa:

  • Keyakinan.
  • Kesungguhan.
  • Dan sujud di tengah malam.

Dan siapa pun yang hidup dengan kejujuran dan tahajud, langit akan memperhatikannya. Mungkin tak langsung, tapi pasti akan datang waktunya.


Penutup: Jangan Takut Bermimpi, Asal Serius dalam Ibadah

Jika hari ini engkau merasa hanya orang biasa—dengan pekerjaan sederhana dan penghasilan terbatas—jangan pernah berhenti bermimpi.
Tapi ingat:

Mimpi besar tanpa ibadah adalah omong kosong.
Harapan tinggi tanpa doa adalah kesia-siaan.
Dan bercita-cita besar tanpa bersujud adalah kebohongan.

Bangunlah malam ini. Walau hanya dua rakaat.
Sujudlah. Teteskan air matamu. Sebutkan cita-citamu.
Dan biarkan Tuhan yang membuka jalan di mana logika manusia menyerah.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment