Beragama Demi Dunia: Penyimpangan Tersembunyi

Bagikan Keteman :

Uraian ini merupakan potret menyedihkan tentang instrumentalitas agama—yakni saat agama dijadikan alat untuk kepentingan pribadi, bukan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Ini bukan sekadar penyimpangan perilaku, tetapi penyimpangan niat yang sangat serius dan dapat merusak seluruh amal kebaikan, meski secara tampilan tampak saleh dan religius.


Ketika seseorang menjalankan agama bukan karena kecintaan kepada Allah, tapi karena agama memberinya keuntungan dunia—baik itu berupa uang, pengaruh, citra sosial, atau kekuasaan—maka sesungguhnya ia tidak sedang beragama, melainkan sedang berbisnis atas nama agama.

Ia menyangka:

  • Keberhasilannya dalam bisnis adalah “balasan langsung” dari amalnya.
  • Keterlibatannya dalam kegiatan keagamaan otomatis membuatnya mulia.
  • Keberadaannya di panggung agama menjamin tempat istimewa di sisi Tuhan.

Padahal, bisa jadi semua yang ia anggap “berkah” hanyalah istidraj—kenikmatan duniawi yang Allah berikan bukan karena cinta, tapi karena hendak menyesatkan lebih dalam.

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami bukakan semua pintu kesenangan untuk mereka, sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba.”
(QS. Al-An’am: 44)


💰 Agama Dijadikan Jalan Kekayaan?

Agama memang kadang menghasilkan manfaat sosial atau finansial—misalnya dari profesi sebagai pendakwah, guru agama, atau penggerak sosial. Itu tidak salah, selama niat utamanya tetap Allah dan manfaatnya digunakan di jalan yang benar.

Yang menjadi bencana spiritual adalah:

  • Ketika agama dijadikan alat untuk mencari kekayaan.
  • Ketika dakwah dan ibadah diatur demi pengaruh dan pemasukan.
  • Ketika nilai-nilai luhur agama dijadikan komoditas dagang.

Inilah yang oleh Nabi ﷺ disebut dalam sabda:

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham…”
(HR. Bukhari)

Yakni mereka yang mengabdi kepada uang, bahkan ketika menyamar dalam pakaian agama.


🎭 Citra Pejuang Agama, Tapi Niatnya Dunia

Citra itu penting di mata manusia, tapi tidak bernilai di hadapan Allah jika tidak dibarengi dengan ketulusan.

“Barang siapa menuntut ilmu (atau berjuang dalam agama) untuk menandingi ulama, atau untuk berdebat dengan orang bodoh, atau untuk menarik perhatian manusia, maka ia di neraka.”
(HR. Tirmidzi, shahih)

Fenomena semacam ini sangat berbahaya karena:

  • Bisa menipu dirinya sendiri: merasa mulia padahal hakikatnya jauh dari Tuhan.
  • Bisa menipu masyarakat: karena manusia mudah terpesona oleh pencitraan.
  • Bisa merusak nama agama: karena orang luar melihat agama sebagai alat kepentingan.

🧭 Bagaimana Menyikapinya?

1. Kita Jangan Tertipu oleh Luarannya

Tidak semua yang aktif di kegiatan agama berarti dekat dengan Tuhan. Tidak semua yang punya gelar, pengaruh, atau panggung berarti tulus.

2. Jangan Iri kepada Mereka

Jika ada yang menggunakan agama demi keuntungan dunia, jangan iri. Bisa jadi mereka sedang diberi ujian terselubung yang tidak mereka sadari.

3. Fokus pada Kejujuran Beragama

  • Tanyakan terus: “Apakah aku melakukan ini karena Allah atau karena ingin mendapatkan sesuatu?”
  • Luruskan kembali niat sebelum dan sesudah amal.

4. Berdoa Minta Dijauhkan dari Agama yang Penuh Kepentingan

“Ya Allah, jadikanlah agama ini sebagai jalanku menuju-Mu, bukan jalanku menuju dunia.”


🌌 Penutup: Agama Bukan Jalan Pintas Menuju Dunia

Agama adalah jalan menuju Tuhan, bukan jalan pintas menuju harta, kuasa, atau pujian.

“Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di hadapannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sebatas yang telah ditakdirkan. Tetapi barangsiapa menjadikan akhirat sebagai niatnya, maka Allah akan kumpulkan urusannya, menjadikan kecukupan dalam hatinya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk.”
(HR. Tirmidzi)


Beragama dengan niat mencari keuntungan dunia adalah musibah ruhani. Maka waspadalah—jangan sampai amal kita yang tampak mulia, ternyata hanyalah alat mencari pamor dan keuntungan. Karena amal seperti itu, di hadapan Tuhan, hanyalah debu yang beterbangan.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment