Mengawali Karier dengan Suap: Di Mana Keberkahan Rezekimu?

Bagikan Keteman :


Dalam kehidupan modern, mendapatkan pekerjaan menjadi salah satu cita-cita besar setiap orang. Namun sayangnya, tidak sedikit yang menempuh jalan yang bathil demi meraih keinginan itu. Salah satu jalan yang kini seolah menjadi hal yang “biasa” adalah dengan melakukan suap untuk bisa diterima bekerja di sebuah lembaga, instansi, atau perusahaan.

Padahal, dalam pandangan Islam, suap (risywah) adalah perbuatan yang dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah SAW bersabda:
“Allah melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantaranya.”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Maka sungguh mengerikan jika seseorang memulai karier hidupnya dengan sebuah dosa besar. Apakah pantas berharap keberkahan dalam rezeki, jika pintu rezekinya dibuka dengan kemaksiatan?


Suap dan Penghasilan: Haram Sejak Langkah Pertama

Jika pekerjaan diperoleh melalui cara yang tidak halal, maka penghasilan yang didapat dari pekerjaan tersebut juga terkontaminasi oleh keharaman. Meskipun secara hukum negara orang tersebut sah sebagai pegawai, namun secara syariat, langkah awal yang salah akan berdampak panjang.

Lalu kita bertanya: “Kenapa hal ini terus terjadi? Apakah karena mereka tidak tahu, ataukah karena sengaja menolak kebenaran?”


1. Lemahnya Pemahaman Agama

Banyak pelaku suap yang tidak memahami dengan baik hukum-hukum Islam. Mereka tidak menyadari bahwa setiap sen yang mereka hasilkan setelah suap menjadi harta yang tidak diberkahi. Mereka hanya tahu “yang penting dapat kerja”, tanpa berpikir panjang tentang akibatnya di dunia dan akhirat.


2. Kebiasaan Buruk yang Dianggap Normal

Dalam masyarakat tertentu, praktik suap sudah begitu biasa, bahkan dianggap sebagai “uang pelicin” atau “biaya administrasi tak resmi”. Ini bukan hanya masalah individu, tapi cerminan kebodohan kolektif dan budaya korupsi yang sudah sistemik.


3. Kesengajaan dan Keberanian Membangkang Tuhan

Sebagian orang sadar bahwa suap itu haram, tapi tetap melakukannya. Ini bukan sekadar kesalahan, tapi bentuk keberanian menantang larangan Allah SWT. Mereka menjadikan dunia sebagai tujuan utama, dan melupakan bahwa rezeki datang dari Allah, bukan dari jalan tipu muslihat.

Firman Allah SWT:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil…”
(QS. Al-Baqarah: 188)


4. Tekanan Hidup: Ujian atau Pembenaran Dosa?

Ada pula yang berdalih, “Saya terpaksa, karena sulit cari kerja.” Tetapi Islam mengajarkan bahwa kesempitan hidup bukan alasan untuk melanggar hukum Allah. Justru pada saat-saat sempit itulah keimanan diuji: apakah kita tetap teguh pada yang halal, atau memilih jalan cepat yang haram?


Tobat dan Harapan

Bagi siapa saja yang telah terlanjur melalui jalan ini, pintu taubat masih terbuka. Segeralah kembali kepada Allah, akui kesalahan, dan berusahalah memperbaiki diri serta memperjuangkan rezeki yang halal. Rezeki yang sedikit tapi halal lebih baik daripada yang banyak tapi mendatangkan murka Allah.


Penutup: Mari Jaga Keberkahan Rezeki

Islam bukan hanya mengajarkan kita untuk mencari rezeki, tapi juga bagaimana cara mendapatkannya dengan benar. Suap bukan solusi, tapi jalan kehancuran yang terselubung dalam kemasan duniawi. Mari kita bangun kesadaran, didik keluarga dan masyarakat, serta tanamkan nilai kejujuran sejak dini.

“Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik (halal).”
(HR. Muslim)

Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk istiqamah di atas jalan yang lurus, menjaga rezeki kita dari yang haram, dan menjadikan pekerjaan kita sebagai jalan menuju ridha-Nya.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment