Berorganisasi sejatinya adalah ruang yang sangat asyik dan seru. Di sana kemampuan personal akan terlatih dan terasah—baik dalam hal kepemimpinan, komunikasi, manajemen waktu, hingga seni dalam bekerja sama. Terlebih jika kita terlibat dalam organisasi gerakan seperti Muhammadiyah, yang tidak hanya fokus pada pembangunan diri, tapi juga berdakwah, membangun persahabatan, serta merawat nilai-nilai sosial dan keagamaan.
Namun, semangat ideal ini seringkali terbentur realitas yang mengecewakan. Tidak jarang kita temui organisasi yang dikelola tanpa prinsip manajerial yang baik. Agenda rutin seperti rapat pengurus, rapat pimpinan, ataupun pelaksanaan program kerja berdasarkan AD/ART seringkali diabaikan. Bahkan, dalam beberapa kasus, organisasi tersebut tidak memiliki AD/ART yang jelas. Kegiatan hanya berjalan jika ada keperluan atau acara tertentu. Sisanya, organisasi seperti “mati suri”, tidak menunjukkan geliat kehidupan yang semestinya.
Fenomena ini tidak bisa dipandang sepele. Sebab, organisasi yang dikelola secara amatir akan sulit berkembang, bahkan bisa kehilangan anggota terbaiknya—terutama mereka yang berpikir kritis dan ingin maju bersama. Mereka perlahan namun pasti akan memilih mundur, bukan karena tidak peduli, tapi karena kecewa dengan sistem yang tidak sehat.
Mengapa Hal Ini Terjadi?
- Minimnya Pemahaman tentang Manajemen Organisasi
Banyak pengurus yang memiliki semangat, namun tidak dibekali kemampuan dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi. Tanpa dasar ini, organisasi berjalan reaktif dan tanpa arah strategis. - Budaya Formalitas dan Simbolik
Jabatan dalam organisasi kadang hanya menjadi simbol status sosial, bukan amanah kerja nyata. Agenda rapat dilakukan seadanya, bukan sebagai bentuk komitmen kolektif membangun organisasi. - Kurangnya Regenerasi dan Profesionalisme
Jika tidak ada kaderisasi yang sehat, pengurus lama terus mendominasi meski kinerjanya menurun. Akibatnya, organisasi stagnan dan tidak mampu menyerap energi serta ide-ide segar dari kader muda. - Kekecewaan Kader Kritis
Anggota yang memiliki semangat perubahan dan berpikir strategis tentu akan merasa tidak nyaman dalam sistem yang tidak profesional. Banyak dari mereka akhirnya memilih keluar dan mencari ruang yang lebih sehat untuk tumbuh.
Solusi: Membangun Organisasi yang Sehat dan Profesional
Untuk menghindari jebakan organisasi simbolik, ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan:
- Internalisasi Nilai dan Visi Organisasi Secara Substantif
Organisasi tidak boleh hanya besar di nama, tapi juga kuat dalam aksi. Nilai-nilai dasar organisasi harus hidup dalam praktik sehari-hari. - Pelatihan Pengurus dan Penguatan Kapasitas Manajerial
Pengurus perlu dibekali keterampilan teknis dan kepemimpinan agar mampu mengelola organisasi secara sistematis. - Menegakkan AD/ART dan Agenda Rutin
Rapat berkala, evaluasi program, dan pemantauan kinerja harus menjadi budaya organisasi, bukan sekadar rutinitas formalitas. - Membuka Ruang untuk Regenerasi
Kader muda perlu diberi ruang untuk tumbuh, menyumbangkan gagasan, dan mengambil peran penting dalam struktur kepengurusan. - Refleksi dan Evaluasi Berkala
Organisasi perlu terus melakukan refleksi diri agar tetap relevan dan progresif, bukan terjebak dalam nostalgia masa lalu.
Penutup
Organisasi adalah wadah strategis untuk membentuk manusia unggul, bukan sekadar tempat kumpul-kumpul tanpa arah. Jika manajemen organisasi tidak diperbaiki, maka tak perlu heran jika yang tersisa hanyalah nama besar tanpa ruh perjuangan. Organisasi yang sehat adalah organisasi yang terbuka, terstruktur, dan punya semangat pembaruan yang berkelanjutan.
By: Andik Irawan