Remaja dan pemuda adalah aset paling berharga bagi sebuah desa. Mereka merupakan harapan masa depan dan pelanjut sejarah yang akan menentukan arah perkembangan desa ke depan. Oleh karena itu, mereka wajib dibina dan dijaga dengan sungguh-sungguh agar tumbuh menjadi generasi yang lebih baik, lebih unggul, dan lebih bermoral daripada generasi sebelumnya.
Salah satu cara paling efektif dalam membina mereka adalah melalui keteladanan. Remaja tidak hanya membutuhkan nasihat dan aturan, tetapi juga membutuhkan contoh nyata dari orang-orang yang mereka hormati dan percayai. Dalam konteks kehidupan desa, sosok teladan itu tidak lain adalah para tokoh utama masyarakat seperti ustadz atau kiyai, kepala desa dan perangkatnya, ketua BPD dan anggota, serta tokoh masyarakat seperti RT dan RW.
Mereka semua memegang peran strategis dalam membentuk karakter dan arah moral para remaja. Ketika para tokoh ini mampu menunjukkan integritas, kesederhanaan, akhlak mulia, dan sikap bertanggung jawab, maka remaja akan meneladani nilai-nilai tersebut secara alami.
Namun, sebaliknya, apa yang terjadi jika para tokoh ini justru terjerumus dalam perbuatan asusila atau penyimpangan moral lainnya? Ini bukan sekadar pelanggaran pribadi. Ini adalah bencana moral kolektif yang akan melumpuhkan harapan masyarakat terhadap tokoh panutannya.
Remaja yang kehilangan figur teladan akan mengalami kekosongan arah dan nilai. Bahkan, tidak jarang mereka menggunakan perbuatan buruk para tokoh tersebut sebagai justifikasi atas tindakan menyimpang yang mereka lakukan. “Kalau ustadz saja begitu, jangan salahkan kami,” begitulah kira-kira pembenaran yang kerap muncul.
Lebih parah lagi, pembenaran semacam ini bisa menimbulkan gelombang penyimpangan baru yang lebih luas dan ekstrem. Karena mereka merasa tidak lagi memiliki patokan moral yang kuat. Maka, jatuhnya seorang tokoh masyarakat ke dalam perilaku asusila bukan hanya mencoreng namanya sendiri, tetapi meruntuhkan benteng moral seluruh generasi muda di sekitarnya.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menyadari bahwa membangun generasi muda bukan hanya tentang memberi aturan dan arahan, tetapi lebih kepada memberi contoh nyata. Jika para tokoh masyarakat ingin remaja desa menjadi pribadi yang bermoral dan bertanggung jawab, maka mereka pun harus lebih dulu menjadi cermin kebaikan dan integritas.
Selain itu, perlu adanya sistem pembinaan dan pengawasan moral yang berkelanjutan bagi para tokoh masyarakat itu sendiri. Tidak cukup hanya mengandalkan reputasi, tapi juga perlu ada kontrol sosial dan budaya malu yang sehat di tengah masyarakat.
Jika suatu saat terjadi krisis moral pada tokoh panutan, maka masyarakat harus bersikap tegas, tidak menutup-nutupi, dan segera melakukan pemulihan. Harus ditanamkan pada remaja bahwa perbuatan salah tetap salah, siapa pun pelakunya.
Akhirnya, menjaga moral tokoh masyarakat adalah bagian dari menjaga moral remaja, dan pada gilirannya, menjaga masa depan desa dan bangsa.
By: Andik Irawan