Dalam sebuah masyarakat yang ideal, kehidupan seseorang seharusnya tidak dimulai dari titik nol. Kehadiran orang tua, kakek nenek, bahkan para buyut sejatinya menjadi penopang yang memudahkan generasi berikutnya untuk memulai hidup dari posisi yang lebih baik. Namun kenyataannya, kita masih menjumpai banyak anak yang lahir dan tumbuh dalam kondisi penuh keterbatasan, seolah tidak memiliki warisan apa pun dari generasi sebelumnya. Mengapa hal ini bisa terjadi?
1. Modal Awal dalam Kehidupan
Seorang anak seharusnya tidak hanya mewarisi harta benda. Modal kehidupan jauh lebih luas, mencakup:
- Modal ekonomi: aset, tabungan pendidikan, dukungan finansial.
- Modal sosial: jaringan, koneksi, dan lingkungan suportif.
- Modal budaya: pendidikan, nilai-nilai hidup, etika, serta kemampuan berpikir.
- Modal moral: teladan hidup dari orang tua dan leluhur.
Jika semua modal ini tidak diwariskan, maka anak akan benar-benar memulai dari nol, atau bahkan dari titik minus.
2. Jumlah Penopang Seorang Anak
Secara sederhana, seorang anak ditopang oleh:
- 2 orang tua (ayah dan ibu)
- 4 orang kakek dan nenek
- 8 orang buyut
Total ada 14–16 orang dari generasi sebelumnya yang semestinya bisa berkontribusi terhadap masa depan si anak. Jika seluruh penopang ini berfungsi sebagaimana mestinya, maka tidak masuk akal bila seorang anak harus memulai hidup dari nol. Ia seharusnya sudah “naik kelas” secara sosial, ekonomi, dan kultural.
3. Ketika Anak Memulai dari Nol
Namun dalam realitas, kita menyaksikan banyak anak yang hidup dalam kemiskinan, tidak punya akses pendidikan, atau tumbuh tanpa nilai-nilai hidup yang sehat. Maka secara apriori, bisa disimpulkan bahwa telah terjadi putusnya mata rantai tanggung jawab antar generasi.
Mereka yang seharusnya menjadi penopang — orang tua, kakek nenek, dan buyut — gagal menunaikan tanggung jawab mereka. Bisa jadi karena ketidaktahuan, ketidakmampuan, atau bahkan karena abai dan tidak peduli.
4. Akibat dari Kegagalan Ini
Kegagalan mewariskan kualitas hidup akan menciptakan siklus kemiskinan dan keterbelakangan yang terus berulang. Seorang anak yang tidak diberi fondasi akan tumbuh dengan beban berat, dan kemungkinan besar akan mewariskan beban yang sama kepada anaknya kelak. Inilah yang disebut sebagai kemiskinan antar generasi (intergenerational poverty).
5. Apa yang Harus Dilakukan?
- Kesadaran keluarga: setiap orang tua dan anggota keluarga besar perlu menyadari pentingnya menyiapkan generasi berikutnya.
- Pendidikan: menjadi kunci untuk mengangkat kualitas hidup dan menghentikan siklus keterbelakangan.
- Kebijakan negara: pemerintah harus hadir untuk mendukung keluarga-keluarga yang rentan dan memastikan setiap anak mendapat hak untuk memulai hidup yang layak.
Penutup:
Jika hari ini ada anak yang memulai hidup dari nol, maka ini bukan hanya kesalahan orang tuanya, tetapi cerminan dari rantai panjang generasi yang lalai menjalankan amanah kehidupan. Fenomena ini sepatutnya menjadi renungan serius — bahwa kualitas hidup seorang anak bukanlah urusan pribadi, tapi tanggung jawab kolektif lintas generasi.
By: Andik Irawan