Di setiap zaman, di setiap komunitas, selalu ada sosok-sosok istimewa yang menjadi lentera di tengah gelapnya zaman. Mereka adalah tokoh agama dan sesepuh utama — bukan karena gelar, bukan karena kekuasaan, melainkan karena keteladanan hidup mereka.
Menjadi tokoh sejati bukanlah perkara instan. Ia adalah jalan panjang, jalan penuh pengorbanan, jalan yang hanya bisa ditempuh oleh hati-hati yang kuat.
Allah SWT berfirman:
“Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Furqan: 74)
Menjadi teladan bagi manusia adalah doa para hamba yang mulia. Dan untuk itu, perjuangan adalah harga yang harus dibayar.
Akhlaq Mulia: Pondasi Tak Tergantikan
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”
(HR. Ahmad)
Akhlaq bukanlah hiasan luar, melainkan inti dari kepribadian seorang tokoh.
Ia sabar saat dipuji, tegar saat dihina. Ia adil dalam keputusan, santun dalam pergaulan.
Setiap sikapnya membawa kesejukan, setiap ucapannya membawa perbaikan.
Ingatlah, bukan ilmu yang membuat seseorang diikuti, tetapi akhlaq yang membuktikan ilmu itu hidup dalam dirinya.
Ibadah: Sumber Kekuatan Tak Terlihat
Tokoh sejati tidak hanya sibuk di hadapan manusia, tapi lebih sibuk bermunajat di hadapan Tuhannya.
Ia menghidupkan malam dengan doa, merendahkan hati dalam sujud, meneteskan air mata di kegelapan yang hanya Allah yang tahu.
Nabi SAW bersabda:
“Hendaklah kalian memperbanyak sujud kepada Allah, karena tidaklah kalian sujud satu sujud kepada Allah melainkan Allah akan mengangkat derajat kalian satu derajat dan menghapuskan satu kesalahan.”
(HR. Muslim)
Dari sujud itulah lahir kekuatan untuk membimbing umat.
Rumah Tangga: Ladang Pertama Keteladanan
Keluarga adalah cermin utama kepribadian seseorang.
Seorang pemimpin besar adalah imam sejati dalam rumahnya: membangun cinta, menebar kasih, menegakkan keadilan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.”
(HR. Tirmidzi)
Siapa yang mampu membina rumah tangganya dengan hikmah, akan mampu membina umat dengan bijaksana.
Kebijaksanaan: Kunci Menggerakkan Hati
Hidup manusia penuh warna — tak cukup hanya melihat hitam dan putih.
Tokoh agama harus mampu merangkul, bukan menghakimi; membimbing, bukan menyingkirkan.
Allah SWT berfirman:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik…”
(QS. An-Nahl: 125)
Dengan hikmah, seorang tokoh bisa merubah kebencian menjadi kasih, dan keputusasaan menjadi harapan.
Ilmu: Cahaya yang Terus Menyala
Ilmu bukan untuk disombongkan, tapi untuk menyinari jalan bagi diri sendiri dan orang lain.
Seorang tokoh sejati tidak pernah puas dalam belajar. Ia haus akan ilmu, dan rendah hati dalam menuntutnya.
Nabi SAW bersabda:
“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim)
Ilmu adalah bekal, tapi rendah hati adalah kemuliaan.
Penutup: Menjadi Lentera di Tengah Gelap
Menjadi tokoh agama, menjadi sesepuh utama, bukanlah mimpi singkat.
Ia adalah perjalanan yang menguras jiwa, menuntut pengorbanan, dan menguji ketulusan.
Namun, siapa pun yang mau bersungguh-sungguh, siapa pun yang mau menempuh jalan ini dengan keikhlasan, Allah akan mengangkat derajatnya, menjadikan lisannya berkah, amalnya mengalir, dan namanya harum di dunia dan akhirat.
Karena cahaya itu tidak akan pernah padam. Dan engkau — yang hari ini berjuang — adalah calon lentera itu.
By: Andik Irawan