Tanggung Jawab Sesepuh Utama Agama dalam Menjaga Pelaksanaan Syariat di Desa

Bagikan Keteman :


Dalam kehidupan masyarakat desa, kehadiran sesepuh utama agama memiliki peranan yang sangat vital. Ia bukan hanya sekadar simbol kehormatan, melainkan pemegang amanah besar dalam membimbing, mengawasi, dan mengawal pelaksanaan syariat Islam di tengah-tengah umat. Tugas ini tidak sederhana, melainkan membawa konsekuensi berat baik di dunia maupun di akhirat.

Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Dasar Utama Tugas Sesepuh

Prinsip dasar yang menjadi landasan tugas sesepuh agama adalah perintah Islam untuk amar ma’ruf nahi munkar — memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Ali ‘Imran: 104)

Dalam konteks desa, sesepuh utama agama bertindak sebagai penjaga moral dan pelaksana syariat. Ia berkewajiban memastikan bahwa tidak ada perilaku menyimpang dari ajaran Islam, seperti praktik riba, perzinahan, penipuan dalam muamalah, dan pelanggaran syariat lainnya.

Bahaya Pembiaran terhadap Pelanggaran

Jika sesepuh utama agama mengetahui adanya pelanggaran syariat namun tidak mengambil tindakan apa pun, ini termasuk dalam kategori pembiaran terhadap kemungkaran, yang dalam Islam merupakan dosa berat. Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”
(HR. Muslim)

Pembiaran pelanggaran syariat dapat berdampak pada:

  • Kerusakan moral masyarakat
  • Hilangan keberkahan dalam kehidupan bersama
  • Tumbuhnya budaya permisif terhadap dosa
  • Turunnya pertolongan dan ridha Allah

Oleh sebab itu, sesepuh agama wajib mengambil langkah konkret: menegur, mengingatkan, membina, atau mengoreksi, sesuai dengan kapasitasnya.

Metode Peneguran yang Bijaksana

Dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, sesepuh agama harus mengedepankan pendekatan yang penuh hikmah dan kesantunan. Islam mengajarkan metode bertahap dalam mencegah kemungkaran:

  1. Tindakan: Jika mampu, mengubah dengan kekuasaan atau otoritas yang dimiliki.
  2. Ucapan: Memberikan nasihat dengan lisan yang santun dan argumentatif.
  3. Hati: Jika tidak mampu, tetap membenci kemungkaran di dalam hati sebagai bentuk iman.

Pendekatan ini harus mempertimbangkan kemaslahatan umum dan mencegah timbulnya fitnah yang lebih besar, sehingga tindakan sesepuh agama tidak malah memperkeruh keadaan.

Pertanggungjawaban di Hadapan Allah

Setiap kepemimpinan adalah amanah, dan setiap amanah akan diminta pertanggungjawaban di sisi Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya…”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hal ini, sesepuh agama yang lalai dalam mengingatkan umatnya akan diminta pertanggungjawaban atas setiap penyimpangan yang dibiarkannya. Oleh karena itu, kesadaran akan tanggung jawab ini harus selalu mengiringi setiap langkah seorang sesepuh dalam memimpin dan membina umat.


Penutup

Menjadi sesepuh utama agama di sebuah desa bukan hanya tugas kehormatan, melainkan amanah besar yang penuh tantangan. Ia harus senantiasa menjaga kemurnian ajaran Islam di tengah masyarakat, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dengan bijaksana, dan tidak membiarkan pelanggaran syariat tanpa teguran. Sebab di hadapan Allah, setiap pembiaran akan ditimbang, dan setiap tindakan akan diperhitungkan.

Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan keikhlasan kepada para pemimpin agama untuk menjalankan tugas agung ini dengan sebaik-baiknya.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment