Menjernihkan Pemahaman: Riba Bukan Sekadar Kesepakatan, Tapi Pelanggaran Berat dalam Syariat

Bagikan Keteman :


Di zaman yang serba cepat dan penuh tantangan ini, tak jarang kita mendengar ucapan-ucapan yang membingungkan hati. Ada sebagian orang yang berkata:
“Bukankah riba itu sama saja dengan jual beli? Toh, sama-sama mencari keuntungan. Yang penting saling ridho, ikhlas, selesai urusan.”

Ucapan ini, bila tidak diluruskan, bisa menyesatkan banyak orang. Bisa jadi pernyataan seperti ini lahir dari kedangkalan ilmu, kebodohan terhadap syariat, atau lebih mengkhawatirkan lagi, karena hati yang telah kosong dari cahaya iman.

Padahal, Allah Yang Maha Penyayang sudah menjelaskan dengan sangat terang:

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(QS. Al-Baqarah: 275)

Ayat ini seharusnya cukup untuk menyadarkan kita bahwa riba dan jual beli tidaklah sama. Allah sendiri telah membuat garis pemisah antara keduanya — yang satu halal, yang satu haram.

Memahami Hakikat Jual Beli dan Riba

  • Jual beli adalah pertukaran barang atau jasa dengan prinsip keadilan dan kesetaraan. Ada usaha, ada resiko, ada peluang untung dan rugi.
  • Riba adalah menuntut tambahan atas pinjaman tanpa usaha dan resiko, hanya karena meminjamkan. Ini adalah bentuk kezaliman tersembunyi yang diberi baju “kesepakatan.”

Dalam jual beli, kedua pihak berjuang bersama meraih keuntungan. Dalam riba, satu pihak duduk manis menikmati hasil, sedangkan pihak lain tercekik beban tanpa ampun.

Maka alasan “sama-sama ridho” tidak bisa melegalkan sesuatu yang sudah Allah haramkan. Sebab dalam Islam, ridho manusia tidak boleh mengalahkan ridho Allah.

Mengapa Pernyataan Ini Berbahaya?

Ketika riba disamakan dengan jual beli, itu tanda bahwa hati mulai gelap terhadap kebenaran. Rasulullah SAW sudah mengingatkan kita akan datangnya zaman seperti ini:

“Akan datang suatu zaman di mana manusia menghalalkan riba dengan menamakannya jual beli.”
(HR. Ahmad)

Betapa sedihnya, jika umat Islam sendiri keliru memahami ajarannya. Betapa hancurnya sebuah masyarakat, jika yang haram dianggap biasa, bahkan dibela dengan logika-logika rapuh.

Ingatlah, dosa riba bukan dosa biasa. Allah dan Rasul-Nya mengumumkan perang terhadap pelaku riba.
Apakah kita sanggup menghadapi perang dari Allah?

Saatnya Kita Berhenti, Merenung, dan Bangkit

Daripada terus mencari pembenaran atas dosa, lebih baik kita tundukkan kepala, merenungi kekeliruan, dan memperbaiki diri.
Ilmu itu luas, dan Allah membuka pintu taubat sepanjang hayat belum berakhir.

Mari kita kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Mari kita menuntut ilmu fiqih muamalah dengan sungguh-sungguh, agar kita bisa membedakan mana transaksi yang halal, dan mana yang menyeret kita ke lembah kehancuran.

Mari kita hidupkan kembali hati kita dengan cinta kepada halal dan takut kepada dosa.

Karena keberkahan hidup, ketenangan jiwa, dan ridho Allah hanya bisa diraih dengan jalan yang bersih, bukan dengan mengakali syariat.

Penutup: Cahaya yang Masih Terbuka untuk Kita Semua

Meski dunia hari ini banyak diselimuti kegelapan, Allah tetap menyediakan cahaya bagi siapa pun yang mau mencarinya.
Ilmu itu tersedia. Taubat itu terbuka. Keselamatan itu dekat, bagi yang mau mendekat.

Jangan biarkan kebodohan atau hawa nafsu membutakan kita dari kebenaran yang sudah jelas. Mari jadikan hidup kita penuh berkah, jauh dari riba, dekat dengan ridho Ilahi.

“Maka bertakwalah kepada Allah semampu kalian, dengarlah dan taatilah, serta berinfaklah, itu lebih baik bagi kalian. Barang siapa yang dijaga dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. At-Taghabun: 16)

Semoga Allah selalu membimbing langkah kita menuju kebenaran dan keberkahan. Aamiin.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment