Sendiri di Jalan Kebenaran: Pilihan Muslim Berprinsip di Tengah Arus Mayoritas

Bagikan Keteman :


Dalam hidup ini, akan datang saat-saat di mana seseorang harus memilih antara menjadi benar atau menjadi populer. Ketika mayoritas manusia menempuh jalan yang melalaikan perintah Allah, dan nilai-nilai agama dianggap kuno atau ekstrem, maka seorang Muslim yang berpegang teguh pada syariat akan tampak berbeda, bahkan terasing.

Namun, dalam Islam, berbeda karena memegang kebenaran adalah sebuah kemuliaan, bukan kehinaan. Allah tidak memerintahkan kita untuk mengikuti jumlah, tapi untuk mengikuti petunjuk. Maka walaupun semua orang berjalan ke utara, jika ke arah itu terdapat pelanggaran syariat, maka seorang Muslim sejati akan memilih berjalan ke arah yang berlawanan—meskipun sendirian.

Prinsip: Jalan yang Tidak Populer, Tapi Lurus

Menjalani hidup dengan prinsip adalah memilih untuk tidak mengekor kerumunan, tidak terikat oleh standar manusia, tapi tetap teguh di atas standar Ilahi. Ini bukan sikap keras kepala, tetapi bentuk loyalitas kepada kebenaran yang telah Allah turunkan.

Allah SWT berfirman:

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta.”
(QS. Al-An’am: 116)

Mengekor mayoritas tanpa panduan wahyu adalah kesesatan. Seorang Muslim harus berani berkata “tidak” meskipun semua berkata “ya”, jika itu menyelisihi perintah Allah.

Jangan Jadi Pengikut Buta

Banyak orang menjalani hidup seperti kawanan—tanpa arah, hanya mengikuti arus, takut berbeda. Tapi seorang Muslim tidak diciptakan untuk menjadi bebek dalam kawanan. Ia adalah khalifah di muka bumi, yang berpikir, berprinsip, dan berjalan sesuai kompas wahyu.

Dalam sejarah Islam, para nabi dan pejuang kebenaran sering kali berdiri sendiri menghadapi kaumnya. Nabi Ibrahim berdiri sendirian melawan penyembahan berhala. Nabi Musa melawan Firaun hampir tanpa dukungan. Bahkan Rasulullah SAW memulai dakwahnya seorang diri—hingga akhirnya cahaya itu menyinari dunia.

Berani Sendiri Karena Bersama Allah

Rasulullah SAW bersabda:

“Islam bermula dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing seperti awalnya. Maka berbahagialah orang-orang yang asing (ghuraba’).”
(HR. Muslim)

Menjadi asing bukanlah kelemahan, tapi tanda bahwa hati tetap lurus saat dunia mulai condong. Dan jika untuk menjadi taat kita harus rela dicemooh, dihina, bahkan dikucilkan—maka itulah harga dari sebuah prinsip. Dan harga itu pantas dibayar demi ridha Allah.

Kesimpulan: Jalan Sepi Tapi Mulia

Jalan menjunjung tinggi syariat Allah di zaman fitnah mungkin sepi. Mungkin kita akan ditinggal. Mungkin kita dianggap fanatik. Tapi jalan itulah yang akan sampai ke surga.

Lebih baik berjalan sendirian menuju Allah, daripada ramai-ramai menuju murka-Nya. Karena pada akhirnya, kita akan berdiri sendiri di hadapan Allah, mempertanggungjawabkan setiap langkah, bukan bersama mayoritas, bukan bersama opini manusia.

Maka, jika hanya tinggal satu orang yang teguh menjunjung syariat-Nya, biarlah itu kita.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment