Zaman Canggih: Anugerah Ilahi yang Tak Boleh Disia-siakan

Bagikan Keteman :


Di era digital ini, teknologi berkembang dengan pesat dan hampir merambah setiap aspek kehidupan manusia. Kemudahan akses informasi menjadikan dunia terasa tanpa batas. Hal ini juga berdampak besar dalam bidang keagamaan: berbagai kitab klasik dan kontemporer tersedia secara daring, ceramah dan kajian dari ulama terkemuka bisa diakses dengan satu klik, bahkan interaksi langsung dengan guru agama pun dapat dilakukan secara virtual.

Kemajuan ini sejatinya adalah nikmat besar dari Allah SWT. Ia dapat menjadi sarana yang luar biasa untuk memperluas wawasan, memperdalam pemahaman agama, dan memperkokoh keimanan. Dengan teknologi, seseorang tidak lagi memiliki alasan untuk tidak belajar agama. Kesempatan terbuka lebar; tinggal bagaimana seseorang mengelola waktu dan niatnya.

Namun, di sinilah letak ujian yang sebenarnya. Ketika akses ilmu terbuka lebar, tetapi seseorang tetap lalai dan tidak berusaha memahami agamanya, maka kelalaian itu tidak lagi dapat ditoleransi. Dalam ilmu ushul fiqh dikenal kaidah: “La yu‘dharu bi al-jahl man qadara ‘ala at-ta‘allum”—tidak ada alasan karena kebodohan bagi orang yang mampu belajar. Artinya, jika seseorang memiliki kemampuan dan fasilitas untuk belajar tetapi enggan memanfaatkannya, maka ia bisa dianggap berdosa karena telah menyia-nyiakan nikmat ilmu dan kesempatan yang Allah berikan.

Lebih dari itu, kondisi ini bisa menjadi semacam hujjah (alasan pembenar) di hadapan Allah bahwa seseorang memang tidak ingin memahami agamanya. Bukan karena tidak mampu, tetapi karena tidak mau. Dan sikap seperti ini dalam Islam bisa dikategorikan sebagai bentuk meninggalkan agama secara sadar—sebuah dosa besar.

Namun demikian, kita juga perlu berhati-hati dalam menilai orang lain. Hidayah adalah hak prerogatif Allah. Tidak semua orang yang belum memahami agama itu malas atau membangkang. Ada yang masih dalam proses, ada yang belum mendapat guru yang tepat, dan ada pula yang masih terhalang oleh kondisi jiwa dan sosial. Di sinilah pentingnya dakwah yang lemah lembut, bukan penghakiman yang tergesa-gesa.

Kesimpulannya, kemajuan zaman adalah berkah sekaligus amanah. Ia bisa menjadi jalan menuju kemuliaan, atau justru menjadi saksi atas kelalaian manusia. Maka, sudah semestinya kita bertanya pada diri sendiri: sudahkah kita memanfaatkan kemudahan ini untuk mendekat kepada Tuhan? Ataukah kita masih menutup mata, berpura-pura tidak tahu, padahal segala kemudahan telah tersedia?


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment