Hidup bukanlah garis lurus dengan titik awal dan akhir yang jelas. Ia bukan perlombaan yang hanya mengenal pemenang dan pecundang, bukan pula papan nilai yang menetapkan siapa yang berhasil dan siapa yang gagal. Hakikat kehidupan sejatinya adalah sebuah perjalanan panjang yang tak berbatas, sebuah penapakan tiada henti di jalan-jalan pilihan yang tak terhingga jumlahnya.
Di hadapan kita, kehidupan menyuguhkan banyak pilihan. Bukan satu, bukan dua, tapi seribu jalan bahkan lebih. Ketika satu jalan tertutup atau buntu, bukan berarti akhir dari segalanya. Masih ada sembilan ratus sembilan puluh sembilan jalan lainnya yang bisa kita pilih. Setiap jalan memiliki tantangan, cerita, dan pelajaran tersendiri. Maka, kegagalan sejatinya bukanlah sebuah titik akhir, melainkan petunjuk bahwa ada arah lain yang menanti untuk dijelajahi.
Banyak orang terlalu cepat menilai diri mereka gagal hanya karena tidak berhasil di satu jalur. Padahal, jika kita paham bahwa kehidupan adalah proses yang tak selesai hanya dalam satu pencapaian, maka kita akan sadar bahwa tidak ada yang benar-benar gagal selama kita masih mau melangkah. Begitu pula dengan kesuksesan. Apa yang disebut sukses hari ini bisa menjadi awal tantangan baru esok hari. Maka, tidak perlu berlama-lama dalam euforia, karena perjalanan belum usai.
Inilah rumus kehidupan: berjalanlah terus, meniti jalan dengan sabar dan tekun. Jika jalan yang ditempuh tampak gelap dan penuh rintangan, jangan berhenti. Jika jalan itu ternyata buntu, carilah jalan lain yang lebih baik. Tidak ada satu pun jalan yang menjanjikan tanpa halangan, namun selalu ada harapan di setiap langkah baru.
Kehidupan menuntut kita untuk tidak berhenti. Ia menguji daya tahan, bukan sekadar kecepatan. Menjadi manusia yang utuh bukan berarti selalu berada di jalan yang benar sejak awal, tapi mampu memilih arah baru saat arah lama tak lagi bisa ditempuh.
Akhirnya, hidup bukan tentang siapa yang paling cepat sampai, tapi siapa yang paling setia menapaki jalan hidupnya, dengan hati yang lapang dan jiwa yang terus belajar.
By: Andik Irawan