Perang Sunyi—Ketika Jiwa Melawan yang Tak Terlihat

Di titik paling rapuh dalam hidupku, aku diseret oleh waktu ke lorong panjang penderitaan. Tubuhku lunglai, sakitku tak kunjung reda. Berbulan-bulan aku menjadi penghuni tetap kasur, tanpa kejelasan nama penyakit. Medis tak memberi kepastian, dan tak sedikit dari keluarga maupun kerabat yang kemudian menyarankan jalur pengobatan alternatif. Aku pun menempuh jalur itu—satu per satu tabib kudatangi, di kota maupun desa. Ada yang membaca ayat-ayat, ada yang meraba denyut nadi, bahkan ada yang hanya melihat dan langsung bicara. Tapi hampir semua dari mereka menyampaikan hal yang senada: “Ini bukan sakit biasa……

Read More

Ujian Tauhid di Tengah Derita

Usiaku kala itu baru menginjak 24 tahun. Di saat banyak orang seusia diriku sedang semangat menata masa depan, aku justru tergeletak tak berdaya. Sakit yang menimpaku bukan sakit biasa—tubuhku membungkuk ekstrem, tak bisa duduk apalagi berbaring. Aku hanya bisa “melungker” seperti bola yang mengerut, menahan nyeri yang tak terkatakan. Derita itu berlangsung berbulan-bulan tanpa titik terang dari beragam pengobatan medis dan alternatif. Di tengah derita yang panjang itu, datanglah seorang kerabat dengan wajah penuh kepedulian. Ia menengokku, lalu berkata pelan, “Saya bawa seseorang yang mungkin bisa membantu…” Aku tahu niatnya…

Read More

KISAH NYATA HIDUPKU YG KE DUA

BAB 1: Merantau Bermodal Niat dan Semangat Saat pertama kali kaki ini menapak di Kota Surabaya, tidak ada ambisi besar yang menuntunku selain satu hal: bekerja. Kuliah hanyalah angan yang masih samar. Tujuan utamaku adalah bertahan hidup. Di antara riuhnya kota dan kerasnya persaingan, aku memulai dari titik nol, mengontrak sebuah lapak kecil di Pasar Sore Pandegiling. Sebuah gerobak rombong kujadikan warkop sederhana yang hanya beroperasi dari sore selepas Ashar hingga menjelang Subuh. Bersama gerobak itu, setiap malam adalah medan tempur. Aku menjajakan kopi, teh, dan jajanan ringan untuk pengunjung…

Read More

“Hidupku yang Kedua”

“Hidupku yang Kedua” Bab 1: Merantau, Bukan untuk Kuliah Di awal langkahku ke Surabaya, kulangkahkan kaki bukan dengan niat kuliah, melainkan sekadar bertahan hidup. Aku mencari kerja, seadanya. Takdir menuntunku membuka warkop gerobak sederhana di sebuah pasar sore Pandegiling. Dari sinilah perjuangan dimulai. Dari gerobak rombong itulah hidupku dipertaruhkan demi secangkir kopi dan mimpi kecil yang diam-diam tumbuh besar. Bab 2: Warkop Subuh dan Kuliah Pagi Usai Ashar aku mendorong gerobakku, melayani pembeli hingga menjelang Subuh. Lalu tanpa tidur, pagi-pagi aku jogging sebentar, lalu naik bus kota menuju kampus IAIN…

Read More

“Hidupku yang Kedua: Menemukan Terang Setelah Gelap”

“Hidupku yang Kedua: Menemukan Terang Setelah Gelap” 📖 Daftar Bab: Bab 1: Serambi Masjid dan Cahaya Kecil Masa Kecilku Di sinilah semua bermula. Masa kecilku diwarnai oleh kesederhanaan dan cahaya Al-Qur’an. Ayah mendaftarkanku mengaji di serambi masjid bersama para guru mulia: Bapak Ya’kub, Samukit, Mujaizin, Munajib, Sabikin, dan H. Munir Abbas. Maghrib hingga Isya adalah waktu suci, waktu belajar dan menyerap nur Ilahi. Namun zaman perlahan berubah, serambi mulai sepi, dan aku mencoba menjaga cahaya itu tetap menyala. Bab 2: Menghidupkan Kembali Serambi yang Sepi Kala generasiku usai, tak ada…

Read More

Hidupku yang Kedua: Dari Ujian, Menuju Keteguhan dan Kemuliaan

Hidupku yang Kedua: Dari Ujian, Menuju Keteguhan dan Kemuliaan Setelah setahun penuh tubuhku dirundung sakit, nyaris tak bisa melakukan apapun, saat kesembuhan itu datang—aku sadar: inilah hidupku yang kedua. Sejak hari itu, aku berjanji dalam hati, hidup yang baru ini harus kujalani dengan lebih hati-hati, lebih bijaksana, dan lebih dekat kepada Tuhan. Aku tidak ingin menyia-nyiakan anugerah kesempatan kedua ini. Tugas pertama dan utama yang aku pegang teguh adalah menunaikan tanggung jawabku sebagai ayah dan suami, sesuatu yang selama aku sakit tak mampu aku jalani. Anak dan istriku adalah titipan…

Read More

Melungker dalam Sakit, Bangkit dalam Doa: Kisah Ujian dan Kebangkitan

Hidup memang bukan sekadar tentang apa yang kita rencanakan. Ia juga tentang ujian yang datang tiba-tiba, memaksa kita bertekuk lutut, bahkan kadang sampai merasa tak sanggup berdiri. Dan aku pernah sampai di titik itu—titik terendah dalam hidupku. Putraku lahir saat usiaku genap 24 tahun. Saat itu, aku merasa memiliki segalanya untuk mulai menapaki tangga kehidupan yang lebih tinggi: rumah tangga yang baru, semangat hidup yang membara, dan cita-cita yang belum padam. Tapi Tuhan punya cara sendiri untuk mendidik dan menempa hamba-Nya. Tepat ketika anakku berusia sekitar lima bulan, tubuhku mulai…

Read More

Takdir Cinta dan Janji yang Ditegakkan: Kisah Perjodohan di Tengah Prinsip Hidup

Takdir Cinta dan Janji yang Ditegakkan: Kisah Perjodohan di Tengah Prinsip Hidup Tuhan itu Maha Baik dan Maha Adil. Dalam rahmat dan ketetapan-Nya, Ia telah menetapkan hukum kehidupan, termasuk dalam perkara perjodohan. Ada sebuah prinsip Ilahi yang meyakinkan bahwa “yang baik akan dipasangkan dengan yang baik pula”. Keyakinan inilah yang menjadi landasan batinku menapaki usia muda, ketika aku melangkah ke Surabaya untuk menuntut ilmu. Saat awal masuk kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya, jujur, ada satu hal yang paling aku takuti: pergaulan dengan perempuan. Di benakku waktu itu, perempuan adalah…

Read More

Jejak Langkah Pemuda Mandiri: Kisah Perjuangan dari Serambi Masjid hingga Bangku Kuliah

Jejak Langkah Pemuda Mandiri: Kisah Perjuangan dari Serambi Masjid hingga Bangku Kuliah Masa kecilku banyak kuhabiskan di serambi masjid, di kampung kelahiranku. Saat senja tiba, selepas azan Maghrib, aku duduk bersimpuh bersama teman-teman kecilku, belajar mengeja huruf demi huruf Al-Qur’an. Guru-guruku saat itu—Bapak Ya’kub, Bapak Samukit, Bapak Mujaizin, Bapak Munajib, Bapak Sabikin, dan Bapak H. Munir Abbas—adalah sosok-sosok mulia yang sangat kuhormati. Dari merekalah aku belajar, bukan hanya ayat suci, tapi juga arti ketekunan dan adab terhadap ilmu. Namun waktu terus bergulir. Saat aku beranjak ke usia MTs, zaman telah…

Read More

Kenangan Serambi Masjid: Sebuah Rindu yang Tak Pernah Usai

Kenangan Serambi Masjid: Sebuah Rindu yang Tak Pernah Usai Di masa kecilku, saat diriku, Andik Irawan kecil, usia masih belia — masih bocil, kata orang sekarang — ayahku mengambil satu keputusan penting yang membekas seumur hidup: beliau mendaftarkanku ikut mengaji, belajar membaca Al-Qur’an di serambi masjid kampung kami. Waktunya adalah selepas Maghrib hingga Isya, ketika langit mulai menggelap namun cahaya ilmu mulai menyala dalam jiwa. Di situlah aku mengenal para guru ngajiku yang amat aku hormati hingga kini. Mereka adalah sosok-sosok penuh wibawa dan ketulusan:Bapak Ya’kub, Bapak Samukit, Bapak Mujaizin,…

Read More