Laki-Laki Sejati: Berumah Tangga Tanpa Melupakan Ibu yang Melahirkannya

Bagikan Keteman :


Dalam kehidupan, banyak laki-laki yang berubah fokus setelah menikah. Cinta, perhatian, dan tanggung jawabnya sepenuhnya tercurah kepada istri dan anak-anaknya. Itu adalah hal yang baik, bahkan mulia. Namun, ada satu hal yang sering terlupakan—ibunya sendiri.

Laki-laki, dalam ajaran agama dan dalam fitrah kemanusiaan, tidak hanya punya tanggung jawab pada keluarga yang ia bangun, tetapi juga pada keluarga yang membesarkannya, terutama ibunya. Ibu yang telah mengandungnya dengan susah payah, melahirkannya dengan taruhan nyawa, menyusuinya, merawatnya, dan mendoakannya tanpa henti.

Kewajiban Ganda Laki-Laki

Menjadi kepala keluarga tidak berarti tugas seorang laki-laki hanya sebatas menafkahi istri dan anak. Ada satu tanggung jawab agung yang tidak boleh ditinggalkan: menafkahi ibunya jika sang ibu sudah tidak memiliki penghasilan atau pasangan (ayah) yang menanggungnya.

Islam memerintahkan anak laki-laki untuk tetap berbakti dan menafkahi ibunya hingga akhir hayatnya. Bahkan ketika dia sudah menikah, cintanya pada ibu tidak boleh kalah oleh cinta kepada istri. Karena ibunya datang lebih dulu, berkorban lebih besar, dan doanya lebih mustajab.

Lupa Berbakti, Dosa yang Mengundang Murka

Jika seorang laki-laki sibuk membahagiakan keluarganya, tapi membiarkan ibunya hidup dalam kesusahan, menahan lapar, menunggu kabar tanpa kepastian, atau mengais harapan akan perhatian dari anaknya, maka sungguh itu adalah bentuk kezaliman batin yang nyata.

Lupa menafkahi ibu adalah dosa. Menelantarkannya adalah pengundang murka Allah. Karena dalam satu hadits, Rasulullah bersabda bahwa keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.

Dan di sisi Allah, tidak ada cinta istri atau anak yang bisa menebus dosa durhaka kepada ibu.

Laki-Laki Mulia, Menjaga Dua Titik Cinta

Laki-laki mulia adalah yang mampu menyeimbangkan cinta dan tanggung jawab. Ia mencintai istrinya tanpa melupakan ibunya. Ia membahagiakan anak-anaknya tanpa membuat ibunya merasa ditinggalkan. Ia pandai membagi rezeki dan waktu, sehingga tidak ada yang merasa kehilangan dirinya.

Karena sejatinya, membahagiakan ibu bukan berarti mengurangi hak istri dan anak, tapi justru menambah keberkahan dalam keluarga. Rezeki bertambah, hati tenang, dan rumah tangga pun dijauhkan dari masalah yang tak terlihat sebab doa ibu yang terus mengalir.

Penutup: Jangan Sampai Terlambat

Jangan tunggu ibumu sakit parah untuk menjenguknya. Jangan tunggu ia wafat untuk menangisi penyesalan. Jangan tunggu peringatan Tuhan datang dalam bentuk musibah hanya karena kau lalai menjalankan kewajibanmu.

Berbuat baiklah kepada istrimu, sayangilah anak-anakmu, tetapi jangan pernah lupakan ibu yang menjadikanmu laki-laki seperti hari ini.

Karena surga bukan di bawah kaki istri, tapi di bawah telapak kaki ibumu.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment