Dalam ajaran Islam, rumah bukan sekadar tempat berlindung dari panas dan hujan. Rumah adalah tempat turunnya ketenangan, tempat ibadah yang paling awal dan utama, serta benteng dari fitnah dunia luar. Tinggal di rumah dengan tenang bukan hanya kebiasaan, melainkan bentuk kebijaksanaan dan bagian dari adab hidup Islami yang luhur.
Rumah: Pusat Ketenangan dan Ibadah
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan Allah menjadikan rumah-rumahmu sebagai tempat ketenangan bagimu…”
(QS. An-Nahl: 80)
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Beribadahlah kalian di rumah kalian, karena sebaik-baik ibadah seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat wajib.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hal ini menunjukkan bahwa rumah adalah tempat ideal untuk menjaga hati, menata ibadah, dan menghindari hal-hal yang tidak bermanfaat. Dalam suasana rumah, seseorang lebih mampu menjaga diri, menjaga lisan, dan menata waktu tanpa banyak gangguan.
Bepergian: Bagian dari Ujian dan Potensi Penderitaan
Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Perjalanan adalah sebagian dari penderitaan. Ia menghalangi salah satu dari kalian makan, minum, dan tidur.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menggambarkan bahwa bepergian bukanlah kondisi ideal bagi manusia. Dalam perjalanan, seseorang keluar dari zona stabilitasnya. Ia menghadapi kelelahan fisik, potensi bahaya, serta kadang jauh dari fasilitas ibadah yang sempurna. Oleh sebab itu, Islam menganjurkan agar tidak bepergian tanpa keperluan yang jelas dan penting.
Kapan Bepergian Diperbolehkan?
Islam tidak melarang seseorang keluar rumah atau bepergian. Bahkan, dalam kondisi tertentu, bepergian bisa menjadi ibadah—seperti dalam rangka bekerja, berdakwah, menuntut ilmu, atau menolong sesama. Dalam hal ini, bepergian bukan hanya diperbolehkan, tapi bisa menjadi fardu atau sunnah, tergantung niat dan manfaatnya.
Namun, untuk urusan yang tidak penting atau sekadar mengikuti hawa nafsu, keluar rumah dapat membuka pintu pada risiko fisik, sosial, maupun spiritual. Oleh karena itu, para ulama dan orang-orang saleh lebih memilih untuk banyak tinggal di rumah kecuali ada kebutuhan besar yang mengharuskan mereka keluar.
Bijak Menyikapi Mobilitas Zaman
Di zaman sekarang, mobilitas tinggi seringkali dianggap sebagai ukuran keberhasilan. Namun dalam Islam, ukuran itu bukan pada seberapa sering kita bepergian, melainkan seberapa besar manfaat dan nilai ibadah yang kita dapatkan. Jika tidak ada keperluan mendesak, maka tinggal di rumah sambil menjaga diri, keluarga, dan waktu adalah pilihan yang mulia.
Kesimpulan
Tinggal di rumah dengan tenang adalah jalan hidup yang penuh hikmah. Ia melindungi jiwa dari fitnah, menjaga ibadah tetap teratur, serta menumbuhkan ketenangan dalam hati. Bepergian tidak dilarang, namun harus berdasarkan urgensi, maslahat, dan niat yang benar. Dalam kerangka ini, kita diajarkan untuk hidup hemat gerak, namun kaya makna—memilih yang benar, bukan sekadar yang ramai.
By: Andik Irawan