“Ketika Hiburan Menggoda, Akal Harus Berbicara: Menyikapi Realita Kebodohan di Era Digital”
Kita hidup di era yang serba cepat, serba instan, dan serba viral. Sekali klik, jutaan konten tersaji di hadapan kita. TV, YouTube, dan media sosial menyuguhkan berbagai tayangan dari seluruh dunia—dari yang mendidik hingga yang membahayakan. Namun ada satu fenomena yang patut kita renungkan bersama: tontonan yang mempertaruhkan nyawa demi hiburan.
Kita menyaksikan orang melompat dari gedung tinggi, adu kecepatan di jalan umum, menyiksa diri sendiri, bahkan melakukan hal-hal tak masuk akal—semua demi “konten”. Demi tayangan. Demi sensasi. Demi memuaskan hawa nafsu akan perhatian dan popularitas.
Ini bukan sekadar hiburan ekstrem. Ini adalah wajah baru dari kebodohan modern.
Ketika akal dibiarkan kalah oleh nafsu, maka batas antara keberanian dan kebodohan menjadi kabur. Dan yang lebih memprihatinkan, banyak dari kita justru menontonnya dengan antusias, membagikannya dengan bangga, bahkan mengidolakannya. Tanpa sadar, kita sedang berkontribusi pada penyebaran kebodohan itu sendiri.
Bagaimana kita memahami dan menyikapi ini?
Pertama, kita harus kembali ke akar jati diri manusia: akal. Akal adalah anugerah yang membedakan manusia dari makhluk lain. Ia adalah cahaya yang menerangi jalan, penuntun sebelum bertindak, pengingat sebelum tergelincir. Namun ketika akal tidak digunakan, maka nafsu akan mengambil alih, dan di situlah kebodohan berkuasa.
Kedua, kita perlu menyadari bahwa tidak semua yang viral itu berharga. Tidak semua tontonan layak ditonton. Jangan tertipu oleh angka views dan komentar. Nilai sebuah konten bukan ditentukan oleh jumlah penontonnya, tetapi oleh dampaknya—apakah mencerdaskan atau justru menyesatkan?
Ketiga, kita harus mulai menjadi bagian dari solusi. Jadilah penonton yang cerdas. Berhenti mengagumi kebodohan. Berhenti membagikan hal yang merendahkan nilai kemanusiaan. Jadilah pemfilter, bukan penyebar. Karena tontonan yang buruk hanya hidup jika ada penonton yang membiarkannya hidup.
Dan yang terakhir, jadilah teladan bagi generasi setelah kita. Tunjukkan bahwa kita bisa bersenang-senang tanpa membahayakan diri. Tunjukkan bahwa hiburan sejati adalah yang menyegarkan jiwa, bukan yang menghancurkan akal.
Hidup ini terlalu berharga untuk dijadikan tontonan murahan. Nyawa terlalu mahal untuk dipertaruhkan demi popularitas sesaat. Maka, saat hiburan menggoda, biarkan akal berbicara. Jadilah manusia yang memimpin hawa nafsunya, bukan diperbudak olehnya.
Karena sejatinya, bukan keberanian yang membuatmu melompat dari ketinggian—tapi kebodohan. Dan bukan tontonan yang membuatmu hebat, tapi pilihan bijakmu sebagai manusia berakal.
By: Andik Irawan