Martabat Perempuan: Mahkota Kemuliaan yang Tak Boleh Dipertontonkan

Bagikan Keteman :


Di antara anugerah terbesar yang Allah titipkan kepada seorang perempuan adalah martabat, harga diri, dan kehormatan. Martabat bukan hanya hiasan lahiriah, melainkan mahkota spiritual yang menjaga kehormatan perempuan dari segala bentuk perendahan. Ia adalah benteng yang menjadikannya mulia, terhormat, dan berharga di hadapan Tuhan dan manusia.

Namun hari ini, kita sedang menyaksikan tragedi diam-diam: banyak perempuan muslim kehilangan rasa malu. Entah karena kebodohan, karena terpengaruh budaya hedonis, atau karena mengingkari tuntunan agama, mereka dengan ringan berjoget di depan kamera, menampilkan tubuh dan gerakan yang tak pantas, kemudian menyebarkannya kepada dunia. Video-video ini ditonton jutaan pasang mata dari berbagai penjuru bumi. Tanpa rasa risih. Tanpa takut. Tanpa kesadaran bahwa martabatnya sedang dilelang di hadapan publik.

Ketika Martabat Dipertontonkan, Malapetaka Dimulai

Fenomena ini bukan soal hiburan. Ini adalah darurat martabat. Ketika seorang perempuan muslimah mempertontonkan dirinya secara tidak pantas di media sosial, yang rusak bukan hanya citra pribadinya, tapi juga:

  • Citra perempuan muslimah secara keseluruhan,
  • Kehormatan keluarga dan orang tuanya,
  • Ketahanan moral masyarakat,
  • Dan lebih jauh lagi: masa depan generasi.

Semua itu dipertaruhkan demi likes, views, komentar pujian, atau sensasi viral yang fana.

“Itu kan hak pribadi?” – Sebuah Alasan yang Gagal

Sebagian membela dengan berkata, “Itu haknya, tubuhnya, hidupnya.” Tapi benarkah? Jika martabat dianggap hanya urusan pribadi, maka hilanglah tanggung jawab sosial dan moral. Dalam Islam, tubuh perempuan adalah amanah, bukan barang konsumsi publik. Martabatnya adalah kehormatan umat, bukan milik pribadi yang bisa dieksploitasi seenaknya.

Perempuan bukan sekadar “bebas berekspresi.” Ia adalah penjaga peradaban. Jika martabatnya rusak, maka rusaklah seluruh bangunan masyarakat. Jika rasa malunya lenyap, maka tidak ada lagi yang menahan tsunami moral yang akan melanda anak cucu kita.

Agama Datang untuk Menjaga Martabat, Bukan Menindasnya

Ketika Islam mengajarkan:

  • Menutup aurat,
  • Menjaga pandangan,
  • Tidak tabarruj (menampakkan perhiasan),
  • Tidak memperlihatkan tubuh dengan gerakan menggoda,

semua itu bukan bentuk pengekangan. Itu adalah perlindungan mulia dari Tuhan agar perempuan tidak menjadi objek syahwat dan dosa. Karena perempuan terlalu mulia untuk dijadikan tontonan. Perempuan terlalu tinggi nilainya untuk diukur dari goyangan tubuh atau bentuk wajah.

“Malu adalah cabang dari iman.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dan ketika rasa malu telah hilang, maka tidak ada lagi yang akan menjaga martabat. Maka harga diri pun akan runtuh, perlahan tapi pasti.

Martabat Perempuan Adalah Pilar Peradaban

Perempuan adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Dari rahimnya lahir pemimpin, pejuang, dan generasi penentu masa depan. Maka kemuliaannya adalah kemuliaan umat. Jika perempuan kuat menjaga martabat, maka anak-anaknya akan tumbuh dengan kehormatan. Tapi jika perempuan merelakan dirinya menjadi tontonan publik tanpa batas, maka generasi akan kehilangan teladan.

Penutup: Wahai Perempuan, Jagalah Mahkotamu

Wahai perempuan muslimah, martabatmu adalah mahkotamu. Jangan engkau tanggalkan demi pujian semu. Jangan engkau pertontonkan demi popularitas palsu. Jadilah sosok yang dibanggakan langit dan diteladani bumi.

Tuhan telah menciptakanmu dalam kemuliaan. Jangan kau lepas kehormatan itu hanya untuk kenikmatan sesaat. Harga dirimu terlalu berharga untuk dijual dengan diskon di hadapan dunia.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment