Pernahkah Anda melihat seekor burung yang hinggap di ranting pohon yang tampak rapuh?
Ia tidak terlihat gelisah, tidak terlihat cemas, apalagi ketakutan. Padahal, ranting itu bisa patah kapan saja. Tapi burung itu tetap tenang. Mengapa?
Jawabannya sederhana namun penuh makna:
Burung itu tidak meletakkan kepercayaannya pada ranting yang bisa patah, melainkan pada sayapnya sendiri.
Ia yakin, andai ranting itu patah, ia bisa terbang.
Makna Mendalam dari Seekor Burung
Analogi sederhana ini memberikan pelajaran luar biasa tentang hidup dan ketergantungan kita kepada Tuhan. Dalam kehidupan, banyak dari kita meletakkan rasa aman dan nyaman pada hal-hal yang tampak kokoh—pekerjaan, harta, jabatan, atau bahkan manusia lain. Padahal semua itu seperti ranting yang bisa patah sewaktu-waktu.
Ketika hidup menghadirkan ujian—kehilangan, kegagalan, kesulitan—mereka yang terlalu menggantungkan diri pada “ranting dunia” akan panik dan jatuh. Tapi mereka yang bersandar pada “sayap” tawakkal akan tetap tenang. Mereka tahu, Allah-lah yang sesungguhnya menuntun dan menopang hidup ini.
Apa Itu Tawakkal yang Sebenarnya?
Tawakkal bukan berarti menyerah tanpa usaha. Bukan juga berarti berpangku tangan dan pasrah pada keadaan. Tawakkal adalah:
- Ikhtiar maksimal dengan sepenuh tenaga dan pikiran,
- Disertai keyakinan total bahwa hasil akhirnya adalah keputusan Allah yang pasti terbaik.
Burung tidak berhenti mengepakkan sayap hanya karena takut jatuh. Ia tetap terbang, karena ia percaya. Begitu pula kita. Kita harus tetap berusaha, karena kita percaya bahwa Allah akan menjaga dan mencukupi kita.
Hidup dengan Hati yang Tidak Bergantung pada Ranting
Ada kalanya ranting itu goyah. Ada saatnya ranting itu patah. Tapi jika kita punya “sayap” keimanan dan tawakkal, kita akan selalu bisa terbang. Kita tidak akan runtuh hanya karena dunia mengecewakan. Kita akan tetap tegak, karena hati kita tidak bergantung pada dunia, melainkan pada Tuhan.
Pesan untuk Kita Semua
Jangan gantungkan harapan pada hal yang fana. Jangan letakkan rasa aman pada sesuatu yang rapuh. Latih hati kita untuk yakin bahwa Allah-lah satu-satunya tempat bersandar yang tidak pernah goyah.
Karena pada akhirnya, hanya hati yang bertawakkal-lah yang bisa tetap tenang di atas ranting paling rapuh sekali pun.
By: Andik Irawan