Ketika Kaum Dhuafa Terlupakan: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Bagikan Keteman :

Ketika Kaum Dhuafa Terlupakan: Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Di sudut desa itu, ada rumah reyot beratap bocor. Penghuninya sepasang lansia, hidup dari belas kasih tetangga. Di gang lain, ada anak yatim yang makan satu kali sehari, kadang tidak sama sekali. Sementara di masjid, lantunan doa menggema, dan di balai desa, rapat demi rapat digelar.

Namun satu pertanyaan menggantung di langit desa itu:
“Siapa yang peduli pada mereka?”

Lebih dari itu—siapa yang bertanggung jawab?


Kepala Desa: Pemimpin Wilayah, Penanggung Jawab Dunia

Kepala desa bukan hanya pemegang stempel dan pengelola administrasi. Ia adalah penanggung jawab tertinggi atas semua yang terjadi pada warganya.

Jika ada fakir yang terabaikan, anak putus sekolah karena miskin, atau janda tua hidup tanpa penghidupan—itu bukan semata ‘nasib buruk’, tapi cermin kegagalan kebijakan dan perhatian.

Ia punya dana desa. Ia punya otoritas. Ia punya jaringan. Maka, tak ada alasan untuk tidak tahu dan tidak peduli.

Umar bin Khattab pernah berkata,
“Jika ada seekor keledai yang mati di jalan karena tersandung, aku khawatir Allah akan menanyakannya padaku.”

Apalagi jika yang menderita adalah manusia.


Pemuka Agama: Penjaga Nurani Umat, Penanggung Jawab Akhirat

Tapi dalam masyarakat Muslim, tanggung jawab tidak hanya di pundak pejabat.

Ada para ustaz, tokoh ormas, imam masjid, dan pengurus lembaga keagamaan.
Mereka adalah pembawa cahaya dari mimbar, pembimbing moral umat. Tapi apa artinya ceramah dan tausiyah jika tetangga masjid tidur kelaparan?

Agama bukan hanya soal ibadah ritual, tapi juga soal keadilan sosial.

Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa yang tidak peduli kepada urusan kaum Muslimin, maka ia bukan bagian dari mereka.” (HR. Thabrani)

Jika lembaga zakat sibuk menyalurkan dana ke luar kota, tapi tidak tahu kondisi janda di RT sebelah, ada yang salah dengan arah kepedulian kita.


Dua Pilar yang Harus Satu Irama

Kepala desa dan pemuka agama adalah dua tiang utama masyarakat. Jika mereka tidak berkoordinasi, tidak saling menguatkan, dan sibuk dengan dunia masing-masing—maka umat akan tercecer di antara ego struktural.

Satu bicara program, satu bicara pahala. Tapi tidak ada yang benar-benar bicara solusi.

Saatnya duduk bersama.

  • Bangun sistem pendataan kaum dhuafa di desa.
  • Sisihkan dana desa dan dana umat untuk kebutuhan lokal terlebih dahulu.
  • Buka ruang musyawarah antara RT, RW, tokoh agama, dan pemerintah desa.
  • Libatkan masyarakat dalam gerakan kepedulian nyata.

Penutup: Ketika Allah Bertanya

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Maka jika ada yang lapar di desa ini,
jika ada yang sakit tak bisa berobat,
jika ada anak yang berhenti sekolah karena biaya—
dua pihak yang pertama kali akan ditanya oleh Allah adalah: kepala desa dan pemuka agama.

Sebab dalam Islam, amanah adalah kehormatan, sekaligus beban pertanggungjawaban.
Dan tidak akan ada alasan di hadapan-Nya selain: “Kami sudah berbuat.”


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment