Oleh : Andik Irawan
Dalam tradisi masyarakat kita, sering kali ibadah qurban disertai dengan kebiasaan menyajikan makanan sebelum hewan disembelih. Tidak jarang, para shohibul qurban (orang yang berqurban) merasa perlu menyiapkan konsumsi berupa nasi lengkap, lauk-pauk, bahkan dalam jumlah besar. Niatnya mulia: sebagai bentuk syukur dan menjamu tetangga atau panitia.
Namun perlu dipahami bersama, bahwa dalam syariat Islam, tidak ada kewajiban atau anjuran khusus untuk menyajikan makanan sebelum penyembelihan qurban. Tidak ditemukan tuntunan dari Rasulullah SAW atau para sahabat bahwa seorang shohibul qurban harus menjamu makan orang lain sebelum qurbannya disembelih.
Boleh, Tapi Jangan Jadi Beban
Jika tradisi makan bersama dilakukan atas dasar syukur dan kebersamaan, maka hukumnya mubah (boleh). Tapi jika sampai menjadi beban, apalagi sampai memaksakan diri demi “gengsi” atau karena tekanan sosial, atau salah sangka menganggap bahwa itu sebagai bagian dari syarat berqurban, atau dengan itu lebih banyak terjadi kemubadziran-kemubadziran dan kesia-siaan, maka sebaiknya dihindari.
Sungguh sayang apabila ibadah yang seharusnya ringan dan penuh keikhlasan justru menjadi berat karena faktor-faktor tambahan yang tidak diwajibkan.
Solusi Sederhana dan Tetap Berkah
Agar semangat syukur dan kebersamaan tetap terjaga tanpa memberatkan shohibul qurban, maka cukup dilakukan dengan sedekah ringan, seperti:
- Membawa buah atau jajanan pasar
- Menyediakan air mineral atau teh hangat, kopi
- Sajian ringan seperti kue tradisional
Sedekah kecil ini cukup menjadi simbol kebersamaan dan syukur, tanpa membebani siapa pun. Bahkan justru lebih mencerminkan nilai Islam yang sederhana dan tidak memaksakan.
Penutup
Ibadah qurban adalah momen mendekatkan diri kepada Allah, bukan ajang pesta makanan. Mari laksanakan dengan keikhlasan, kesederhanaan, dan rasa syukur yang jujur. Biarlah hewan yang dikurbankan menjadi simbol pengorbanan, bukan sajian makanannya.