Nikmat Dunia, Ujian atau Tanda Cinta Tuhan?
Ada satu fenomena umum dalam masyarakat beragama:
Ketika seseorang rajin beribadah lalu bisnisnya lancar, anak-anaknya sukses, rumah tangganya harmonis, dan hartanya melimpah, ia merasa:
“Ini pasti tanda bahwa hidupku barokah. Tuhan sedang memuliakan aku.”
Tapi benarkah ukuran cinta Tuhan dapat dinilai dari kemudahan dunia?
Apakah harta dan kebahagiaan lahiriah pasti menjadi pertanda bahwa Tuhan sedang ridha?
🔍 Ini Cara Pandang yang Keliru
Mengukur cinta Tuhan dari banyaknya nikmat adalah bentuk pemahaman agama yang dangkal, sebuah cara berpikir yang lahir dari:
- Minimnya ilmu,
- Kegagalan membaca realitas spiritual,
- Dan dominasi pola pikir materialistis.
Menganggap diri dicintai Tuhan hanya karena diberi banyak rezeki adalah cara berpikir yang masih sangat awam terhadap ajaran Islam.
Kenyamanan bukan selalu rahmat. Kadang itu istidraj.
Sebuah ujian yang membuai, yang pelan-pelan menjauhkan manusia dari kesadaran, hingga ia lupa bahwa sedang diuji.
📖 Kaya dan Lancar Hidupnya ≠Dicintai Tuhan
Mari jujur bertanya:
Jika kekayaan, kesehatan, anak-anak yang baik, dan kelancaran urusan dunia adalah ukuran barokah dan tanda dicintai Tuhan,
Mengapa banyak orang kafir, ahli maksiat, bahkan penindas, juga memilikinya?
Apakah mereka juga dicintai Tuhan?
Tentu tidak.
Fir’aun, Qarun, dan tokoh-tokoh zalim dalam sejarah diberi kelimpahan rezeki, kekuasaan, dan kehidupan gemerlap.
Tapi bukan karena Tuhan sayang—melainkan karena Tuhan menguji dan menunda hukuman-Nya.
Allah berfirman:
“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan itu (berarti) Kami bersegera memberikan kebaikan kepada mereka? Tidak! Mereka tidak sadar.”
(QS. Al-Mu’minun: 55–56)
đź§ Ujian Tak Selalu Berbentuk Kesulitan
Kebanyakan orang sadar diuji saat ditimpa musibah. Tapi tidak sadar bahwa kenyamanan pun adalah ujian yang tak kalah beratnya.
Kesusahan mengajarkan sabar.
Tapi kenyamanan bisa melahirkan lalai, sombong, dan merasa aman dari azab Allah.
Allah mengingatkan:
“Dan Kami uji mereka dengan kebaikan dan keburukan sebagai cobaan.”
(QS. Al-A’raf: 168)
🌿 Lalu, Apa Itu Hidup yang Barokah?
Barokah bukan soal berapa banyak yang kita miliki, tapi seberapa banyak manfaat dan kebaikan yang muncul dari yang kita miliki.
Barokah itu:
- Rezeki sedikit tapi cukup.
- Rumah sederhana tapi penuh sakinah.
- Usaha kecil tapi membawa ketenangan dan kebermanfaatan.
- Hati yang selalu bersyukur walau diuji.
Sebaliknya, harta melimpah tapi penuh gelisah, anak-anak sukses tapi jauh dari agama, bisnis besar tapi menggerus nilai-nilai moral—itu bukan barokah. Itu bisa jadi azab yang halus.
🪞 Waspadai Kesesatan dalam Kenikmatan
Ketika hidup terasa lancar, kita justru harus lebih waspada. Jangan-jangan kita sedang diuji dalam bentuk paling halus—kenikmatan yang membuat lalai.
Jangan cepat merasa aman hanya karena hidup kita nyaman.
Bisa jadi, Tuhan sedang menahan kita dengan kenikmatan sebelum datang teguran-Nya.
🔚 Penutup: Ukurlah Hidup dengan Timbangan Akhirat, Bukan Dunia
Jangan ukur barokah dari saldo rekening.
Jangan nilai cinta Tuhan dari kenyamanan hidup.
Nilailah dari keteguhan iman, ketulusan amal, dan kedekatan hati pada Allah.
Hidup yang barokah bukan yang selalu enak, tapi yang selalu dekat pada Tuhan, apapun keadaannya.
By: Andik Irawan