Dakwah yang Tidak Membumi: Ketika Ceramah Tidak Sesuai dengan Kondisi Masyarakat

Bagikan Keteman :

Berfikir Kritis

Kehadiran mubaligh, da’i, atau juru dakwah di tengah masyarakat desa merupakan hal yang sangat ditunggu-tunggu. Ceramah agama diharapkan menjadi momen penyegaran spiritual, penguatan iman, sekaligus pengarahan moral bagi masyarakat. Namun, dalam beberapa kasus, muncul fenomena penceramah yang isi khutbah atau ceramahnya tidak nyambung dengan realita yang dihadapi masyarakat setempat.

Apa yang Terjadi di Lapangan?

Banyak ceramah yang:

  • Berisi tema umum, tanpa menyinggung masalah nyata di masyarakat
  • Penuh istilah teknis dan retorika tinggi, tapi tidak membumi
  • Bahkan kadang memuat penilaian atau asumsi yang keliru tentang kondisi desa
  • Menyampaikan dakwah seolah “dari luar”, tanpa empati terhadap dinamika lokal

Hal ini bisa terjadi karena sang penceramah tidak melakukan pendekatan atau riset sosial terlebih dahulu terhadap masyarakat yang akan ia sapa lewat dakwahnya.

Mengapa Ini Menjadi Masalah?

  1. Pesan tidak mengena — Ceramah menjadi sekadar formalitas, tidak menyentuh hati atau membangkitkan kesadaran.
  2. Masyarakat tidak merasa dihargai — Seakan-akan hanya dijadikan objek, bukan mitra dakwah.
  3. Ceramah bisa kontraproduktif — Jika berisi penilaian atau nasihat yang tidak relevan, bahkan bisa menimbulkan resistensi atau kebosanan.
  4. Potensi konflik — Jika ceramah menyindir atau menyalahkan tanpa tahu latar belakang sosialnya.

Pentingnya Dakwah Kontekstual dan Berempati

Islam mengajarkan bahwa dakwah adalah seruan yang lembut, bijak, dan relevan dengan situasi umat. Seorang da’i bukan hanya menyampaikan isi buku atau hafalan teks, tetapi harus menjadi juru bicara kebaikan yang peka terhadap realitas masyarakat.

Apa yang Seharusnya Dilakukan?

Bagi para da’i atau penceramah:

  • Lakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat atau panitia sebelum ceramah
  • Tanyakan permasalahan sosial atau isu penting yang sedang berkembang
  • Rangkai pesan dakwah berdasarkan realita, bukan hanya tema-tema umum
  • Gunakan bahasa yang akrab dan sesuai dengan latar masyarakat yang dihadapi

Bagi panitia atau penyelenggara:

  • Berikan informasi latar belakang desa atau kondisi sosial kepada penceramah sebelum acara
  • Ajak dialog santai terlebih dahulu sebelum jadwal ceramah
  • Pilih penceramah yang dikenal memiliki gaya dakwah yang membumi dan merangkul

Penutup

Dakwah sejatinya bukan hanya soal berbicara di depan umum, tapi soal menyentuh hati dan memperbaiki keadaan. Maka, penceramah yang baik adalah mereka yang bukan hanya fasih dalam kata, tapi juga tajam dalam membaca realita. Desa-desa kita membutuhkan dakwah yang relevan, empatik, dan membangkitkan semangat perubahan — bukan sekadar dakwah “asal bicara”.

Mari kita hidupkan semangat dakwah yang membumi, demi masyarakat desa yang lebih sadar, sejahtera, dan berakhlak mulia.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment