Ketika Pemimpin Menjadi Mesin: Bahaya Rangkap Jabatan dan Hilangnya Ruh Kebersamaan

Bagikan Keteman :


Di tengah semangat berkontribusi dan aktif dalam berbagai organisasi, tak jarang seseorang merangkap banyak jabatan dalam waktu yang sama. Sekilas terlihat hebat: penuh aktivitas, rapat sana-sini, agenda penuh setiap pekan. Namun tanpa disadari, kondisi seperti ini menyimpan bahaya yang sangat serius, baik bagi individu itu sendiri maupun organisasi yang ia pimpin.

Salah satu dampak paling nyata adalah mati rasa—terutama terhadap sesama anggota.


1. Hati yang Mati Rasa: Akibat Terlalu Sibuk Tanpa Ruang Jiwa

Orang yang terlalu banyak terlibat dalam banyak organisasi dalam waktu bersamaan akan mengalami kelelahan emosional. Energi dan fokusnya terkuras habis oleh tuntutan jadwal dan program. Akhirnya, ia tidak punya ruang lagi untuk merasakan kehangatan hubungan, memperhatikan sesama, atau menumbuhkan kepedulian.

Organisasi pun berubah menjadi seperti mesin:

  • Penuh program, tapi hampa jiwa.
  • Banyak aktivitas, tapi kering kehangatan.
  • Serba sibuk, tapi tidak ada ikatan.

2. Gaya Kepemimpinan yang Kaku dan Dingin

Seseorang dengan beban rangkap jabatan cenderung membawa gaya kepemimpinan yang serba mekanis:

  • Fokus hanya pada capaian program.
  • Menilai anggota dari produktivitas, bukan perasaan.
  • Minim komunikasi hati ke hati.
  • Tidak hadir secara emosional bagi timnya.

Pemimpin seperti ini mungkin tampak “aktif dan produktif”, tapi sejatinya kehilangan ruh kepemimpinan sejati—yaitu kasih sayang, perhatian, dan kebersamaan.


3. Organisasi Menjadi Ladang Program, Bukan Rumah Kebersamaan

Ketika yang dipentingkan hanya “jalan tidaknya program”, maka anggota hanya dianggap sebagai alat pelaksana. Tidak ada ruang untuk tumbuh bersama, berbagi cerita, atau menyambung hati. Organisasi kehilangan daya lekatnya. Akhirnya, semangat para anggota pun perlahan memudar, dan organisasi kehilangan jiwa.


4. Refleksi: Memimpin Bukan Soal Banyaknya Aktivitas

Seorang pemimpin bukan ditakar dari seberapa banyak organisasi yang ia pimpin, tapi dari seberapa dalam ia hadir dalam hati timnya. Mampukah ia:

  • Membangun suasana nyaman?
  • Mendengarkan tanpa menghakimi?
  • Menjadi tempat pulang bagi anggotanya?

Jika jawabannya tidak, maka sebanyak apa pun program yang dijalankan, hasilnya hanya kelelahan kolektif tanpa kebahagiaan bersama.


Penutup: Kembalilah pada Hakikat Kepemimpinan

Rangkap jabatan bukan prestasi jika justru membunuh rasa. Kepemimpinan bukan sekadar menjalankan program, tapi merawat manusia. Karena organisasi sejatinya bukan mesin produksi kegiatan, tapi ruang untuk saling menguatkan dan bertumbuh bersama.

Jangan sampai kita menjadi pemimpin yang hanya kuat di otak, tapi kehilangan hati.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment