Krisis pemuda kreatif bukan semata-mata masalah personal—ini adalah masalah kolektif. Jika di sebuah desa terdapat organisasi kepemudaan yang tidak mampu memberi kontribusi apa pun, baik kepada masyarakat maupun pemerintah desa, maka jelas ini merupakan gejala serius. Organisasi tersebut ibarat tubuh tanpa jiwa—ada secara fisik, namun mati secara peran.
Lalu pertanyaannya, kenapa ini bisa terjadi?
Apakah ini murni kesalahan para pemuda? Atau justru karena generasi dewasa sebelumnya gagal menanamkan nilai-nilai kreatifitas dan semangat berorganisasi sejak remaja? Ataukah iklim dalam organisasi itu sendiri yang suram, penuh intrik, minim apresiasi, atau bahkan terlalu birokratis dan mematikan semangat baru?
Semua kemungkinan itu layak untuk dianalisis lebih dalam.
Di Era Modern, Kenapa Pemuda Justru Mandek?
Kita hidup di era di mana menemukan ide semudah membalikkan telapak tangan. Akses informasi terbuka luas. Mau cari contoh kegiatan karang taruna, cukup ketik di ponsel. Mau belajar membuat proposal, tinggal buka YouTube atau TikTok. Bahkan untuk mencari inspirasi sosial, tersedia ribuan cerita di media sosial dari penjuru dunia.
Tapi faktanya: masih banyak organisasi pemuda yang tak melakukan apa-apa. Tak ada kegiatan, tak ada karya, tak ada inisiatif. Organisasi hanya aktif saat pemilihan pengurus, setelah itu senyap seperti makam tanpa batu nisan.
Jika Pemimpinnya Lemah, Haruskah Anggotanya Ikut Lemah?
Inilah pertanyaan kunci. Ketika seorang pemuda diberi amanah untuk memimpin namun tidak memiliki kemampuan, semangat, atau visi—maka anggota organisasi tidak boleh diam. Justru inilah momen kebangkitan kolektif. Anggota harus berani menyuarakan ide, mengajak berdiskusi, bahkan mendorong pemimpinnya untuk bangkit bersama. Kepemimpinan bukan milik satu orang, tapi tanggung jawab bersama.
Pemuda tidak boleh menjadi “penonton” dalam organisasinya sendiri. Jika satu orang lumpuh, yang lain harus menjadi tongkat penopangnya. Bangkit bersama. Bergerak bersama. Berkarya bersama.
Refleksi: Dimana Salahnya?
Mungkin, kita terlalu sering menunjuk satu pihak sebagai penyebab:
- Orang tua tidak mendidik dengan baik.
- Guru tidak menginspirasi.
- Pemerintah desa tidak mendukung.
- Lingkungan tidak kondusif.
- Pemimpinnya tidak becus.
Padahal, yang paling perlu dilakukan adalah berhenti menyalahkan, mulai membenahi. Tanyakan pada diri sendiri:
- Sudahkah saya memberi kontribusi?
- Sudahkah saya mengajak teman-teman saya berpikir dan bertindak?
- Sudahkah saya berbicara jujur pada pemimpin organisasi saya?
Penutup: Saatnya Bangkit, Bukan Menunggu
Organisasi pemuda adalah laboratorium kehidupan. Di sana, karakter ditempa, kreativitas diuji, dan kepemimpinan dilatih. Jika hari ini organisasi hanya jadi pajangan, maka generasi selanjutnya akan kehilangan tempat belajar paling penting dalam hidup mereka.
Kita tidak bisa menunggu orang luar untuk membenahi organisasi pemuda. Kebangkitan harus datang dari dalam. Jika sang ketua tertidur, maka anggotanya harus berani mengguncangnya agar bangun.
Karena yang kita pertaruhkan bukan hanya kegiatan sebulan atau setahun, tapi masa depan desa kita sendiri.
By: Andik Irawan