Berorganisasi Bukan Sekadar Kegiatan, Tapi Tempat Belajar Kehidupan Banyak orang mengira organisasi hanya soal rapat, acara, atau jabatan. Padahal, organisasi adalah ruang belajar paling nyata tentang kehidupan. Di sanalah seseorang belajar untuk memimpin dan dipimpin, belajar untuk mendengar dan menyampaikan, belajar untuk menyelesaikan masalah, dan yang terpenting—belajar untuk mengembangkan karakter diri. Karakter tidak dibentuk lewat teori. Ia tumbuh lewat pengalaman nyata: saat harus menyusun agenda di tengah keterbatasan, saat harus bersabar menghadapi perbedaan pendapat, saat dituntut hadir tepat waktu, dan saat harus menepati janji kepada tim. Di sinilah organisasi bekerja…
Read MoreKedudukan AD-ART DMI dalam Pengelolaan DKM Masjid: Antara Ketaatan Struktural dan Kebutuhan Lokal
Pendahuluan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) adalah lembaga yang memiliki peran strategis dalam mengelola aktivitas keagamaan, sosial, dan kemasyarakatan di lingkungan masjid. Dalam banyak kasus, DKM berada di bawah naungan organisasi induk, seperti Dewan Masjid Indonesia (DMI). Dalam struktur organisasi seperti ini, muncul pertanyaan penting: apakah DKM menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) sendiri, atau cukup mengikuti AD-ART dari DMI? Artikel ini menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan organisasi masjid dalam kaitannya dengan AD-ART DMI, serta ruang fleksibilitas yang dimiliki DKM dalam merespons kebutuhan lokal melalui penyusunan petunjuk teknis (juknis). AD-ART DMI…
Read MorePentingnya Sosialisasi AD-ART di Tingkat Pimpinan Ranting Muhammadiyah: Menjaga Khittah, Membangun Kapasitas
Pendahuluan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) merupakan garda terdepan dakwah Muhammadiyah di lingkungan masyarakat paling dasar—yakni desa, kelurahan, atau komunitas. Sebagai bagian dari struktur organisasi Muhammadiyah yang bersifat berjenjang, PRM tunduk sepenuhnya pada Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang telah disahkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Dengan demikian, PRM tidak memiliki kewenangan untuk menyusun AD-ART sendiri, namun memiliki tanggung jawab penting untuk memahami, menginternalisasi, dan melaksanakan AD-ART tersebut secara konsisten. Namun demikian, dalam praktiknya, PRM memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan pelaksanaan teknis sesuai kebutuhan lokal melalui penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak)…
Read MoreFenomena Terpinggirkannya Peran Pembina dalam Organisasi: Antara Ketidakjelasan Fungsi dan Dinamika Kuasa
Dalam dinamika organisasi, keberadaan struktur formal seperti Pembina dan Pelindung seringkali dianggap sebagai elemen penting dalam menjaga arah dan stabilitas. Namun, belakangan ini muncul fenomena yang cukup unik dan mengundang perhatian: Pembina organisasi tidak lagi difungsikan sebagaimana mestinya. Entah karena diabaikan oleh pengurus dan anggota, atau karena Pembina sendiri tidak menjalankan fungsinya secara optimal. Bahkan, lebih jauh lagi, sering kali anggota organisasi justru melompati Pembina dan langsung berkonsultasi kepada Pelindung. Fenomena ini perlu dicermati secara serius, karena bisa menjadi pertanda adanya gangguan dalam sistem organisasi. 1. Ketidakjelasan Fungsi dan Peran…
Read MoreFenomena Berorganisasi Tanpa AD/ART: Kebodohan Struktural atau Sekadar Bergerombol?
Dalam beberapa waktu terakhir, marak muncul berbagai kelompok, komunitas, atau bahkan organisasi yang terbentuk tanpa memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Fenomena ini memunculkan perdebatan: apakah ini merupakan bentuk kebodohan struktural, sekadar gerakan pragmatis, atau bahkan cermin dari krisis kepemimpinan? 1. Minimnya Pemahaman terhadap Fungsi AD/ART AD/ART merupakan fondasi hukum dan arah gerak dari suatu organisasi. Tanpa dokumen ini, organisasi ibarat kapal tanpa kompas. Namun sayangnya, banyak individu atau kelompok yang tidak memahami peran strategis AD/ART dalam menjaga ketertiban internal, mengatur mekanisme kepemimpinan, dan menyelesaikan konflik. Ketidaktahuan ini…
Read MorePemimpin Desa dan Tanggung Jawab Dunia-Akhirat: Layakkah Naik Mimbar?
Kepemimpinan bukanlah semata jabatan administratif. Khususnya di level desa, pemimpin memegang peran yang sangat strategis: bukan hanya mengurus jalan, irigasi, atau surat menyurat, tetapi juga menjadi pengayom, pembimbing moral, bahkan panutan spiritual bagi warganya. Dalam konteks ini, sangat layak — bahkan mulia — jika seorang pemimpin desa sesekali menyampaikan khutbah Jum’at, ceramah keagamaan, atau hadir aktif dalam kegiatan keagamaan masyarakat. Kepemimpinan dan Tanggung Jawab Akhirat Seorang pemimpin bukan hanya bertanggung jawab atas kesejahteraan duniawi warganya, tetapi juga akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Setiap kebijakan, sikap, dan keteladanan akan diperhitungkan.…
Read MorePemimpin Religius: Pilar Moral di Tengah Arus Kebingungan
Di era yang semakin cair batas antara benar dan salah, muncul satu pandangan keliru yang kerap digaungkan: bahwa seorang pemimpin sebaiknya tidak terlalu religius agar terlihat netral, bisa diterima semua kalangan, dan tak merasa canggung saat mendampingi masyarakat yang jauh dari nilai-nilai agama. Pandangan ini terdengar inklusif, tapi sejatinya adalah kesalahan berpikir yang serius. Bahkan, bisa dikatakan sebagai bentuk kebodohan intelektual yang membahayakan arah kepemimpinan. Religiusitas Bukan Penghalang, Justru Kompas Kepemimpinan Menjadi religius bukan berarti eksklusif, tertutup, apalagi antisosial. Justru religiusitas adalah fondasi moral yang menjadi penuntun dalam setiap langkah…
Read MoreKepemimpinan yang Bertanggung Jawab di Hadapan Tuhan
Dalam sistem kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai moral dan religius, menjadi seorang pemimpin bukanlah perkara ringan. Kepemimpinan bukan hanya soal administrasi dan pengambilan keputusan teknis, tetapi juga menyangkut tanggung jawab spiritual yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Hisab atas kepemimpinan adalah nyata dan berat, karena setiap keputusan yang diambil bukan hanya berdampak pada dunia, tetapi juga pada akhirat. Pemimpin wajib memiliki fondasi keimanan dan religiusitas yang kuat. Ia tidak boleh kehilangan arah hanya karena tekanan dari keinginan publik yang majemuk dan plural. Walau benar bahwa masyarakat memiliki keragaman kebutuhan dan…
Read MoreDilema Kepemimpinan dalam Komunitas Majemuk: Antara Aspirasi Warga dan Nilai-Nilai Agama
Dilema Kepemimpinan dalam Komunitas Majemuk: Antara Aspirasi Warga dan Nilai-Nilai Agama Menjadi seorang pemimpin dalam komunitas yang besar dan majemuk—seperti kawasan desa dengan berbagai elemen masyarakat—bukanlah tugas yang ringan. Dalam satu desa saja, bisa terdapat kalangan remaja, pemuda, perempuan, tokoh agama, warga awam, seniman, aktivis organisasi, bahkan kelompok yang berideologi kuat atau militan. Setiap kelompok memiliki kebutuhan, harapan, bahkan nilai yang berbeda-beda. Di sinilah tantangan terbesar seorang pemimpin muncul: bagaimana mengakomodasi aspirasi yang beragam tanpa mengorbankan nilai-nilai yang diyakini? Aspirasi Warga vs. Norma Agama Salah satu dilema yang sering dihadapi…
Read MoreSuara Hati Orang Lemah: Antara Kesedihan, Keberanian Batin, dan Kepasrahan
Dalam kehidupan ini, tidak semua orang memiliki kekuatan untuk menghadapi ketidakadilan dengan tindakan nyata. Ada banyak orang yang hanya bisa merasakan luka, melihat kebohongan, menyaksikan amanah disalahgunakan, namun tak mampu berbuat lebih selain menahan resah di dada. Mereka adalah “orang-orang lemah” — bukan karena mereka tidak memiliki hati, melainkan karena keterbatasan daya untuk bertindak. 1. Kesedihan sebagai Tanda Hati yang Masih HidupOrang yang merasakan sedih saat melihat ketidakadilan sesungguhnya sedang menunjukkan bahwa hatinya masih hidup. Mereka tidak membiarkan jiwa mereka mati dalam ketidakpedulian. Kesedihan mereka adalah bentuk nyata dari nurani…
Read More