Antara Bodoh dan Hilangnya Rasa Malu: Membaca Fenomena Pemimpin yang Membiarkan Organisasi Mandek

Bagikan Keteman :


Dalam kehidupan sosial, kita sering menyaksikan satu fenomena yang mengundang keprihatinan:
Seseorang diberi amanah untuk memimpin sebuah organisasi atau lembaga, namun membiarkannya mandek, tidak bergerak, tidak menjalankan peran sebagaimana mestinya.
Anehnya, ia tidak merasa bersalah atau malu dengan kondisi tersebut.

Apa penyebab utama fenomena ini?
Apakah karena kebodohan — ia tidak tahu bagaimana memimpin?
Ataukah karena rasa malu dalam dirinya telah mati?

Menimbang Antara Dua Sebab

  • Kalau karena bodoh, berarti ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Namun biasanya, orang bodoh yang masih memiliki rasa malu akan berusaha belajar, bertanya, memperbaiki diri, atau merasa gelisah dengan ketidakmampuan tersebut.
  • Kalau karena hilang rasa malu, maka ia sebenarnya tahu bahwa organisasinya tidak berjalan, sadar bahwa dirinya lalai, tetapi tidak peduli. Ia tetap menikmati jabatan dan status sosial tanpa merasa bersalah.

Mana yang Lebih Dekat dengan Fakta?

Melihat berbagai kenyataan di lapangan, kehilangan rasa malu lebih sering menjadi sebab utamanya, bukan semata-mata karena kebodohan.

Mengapa?

  1. Tanda-tanda kesadaran tetap ada.
    Banyak pemimpin yang tahu program tidak jalan, tahu lembaga kosong aktivitas, tapi tetap diam dan tidak berinisiatif.
  2. Tidak ada usaha memperbaiki.
    Kalau karena bodoh, seharusnya ada minimal upaya mencari solusi. Tapi dalam fenomena ini, yang ada justru sikap cuek dan santai.
  3. Orientasi hanya pada simbol jabatan.
    Bagi mereka, jabatan bukan lagi amanah, melainkan sekadar lambang kehormatan pribadi.

Maka jelas:
Bukan bodoh yang menjadi akar masalah utama, tetapi matinya rasa malu dalam memikul amanah.

Bahaya Hilangnya Rasa Malu dalam Kepemimpinan

Hilangnya rasa malu pada pemimpin membawa dampak besar:

  • Organisasi menjadi mati suri.
  • Kepercayaan masyarakat hancur.
  • Budaya kerja yang malas dan tidak bertanggung jawab makin menyebar.
  • Generasi di bawahnya belajar bahwa jabatan bisa dipakai tanpa perlu kinerja.

Penutup

Rasa malu adalah ruh dari kepemimpinan yang sejati.
Ketika malu mati, maka hilanglah semangat perbaikan, hilang rasa peduli, dan akhirnya hilanglah makna dari jabatan itu sendiri.

Maka, hendaknya setiap orang yang diberi amanah bertanya pada dirinya:
“Apakah aku masih memiliki rasa malu jika amanah ini tidak aku jalankan dengan baik?”
Karena malu — dalam pandangan agama dan akhlak — adalah cabang dari iman.


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment