Ego, Ambisi, dan Mimpi: Tiga Hal yang Bisa Mengangkat atau Menjatuhkan Setiap manusia punya ego, punya ambisi, dan punya mimpi. Ketiganya adalah bagian dari fitrah. Tapi jika tidak disadari dan tidak dikendalikan, justru bisa menjadi tiga racun halus yang perlahan-lahan menghancurkan diri sendiri. 1. Ego: Musuh yang Tinggal di Dalam Diri Ego membuat seseorang sulit dikritik. Ia merasa paling benar, paling tahu, dan paling suci. Padahal, orang yang terlalu dikendalikan oleh ego akan terasing dari kebenaran. Ia sulit bertumbuh, karena menolak masukan. Ia menolak nasihat, karena merasa tidak butuh. “Orang…
Read MorePenulis: andik
“Sum’ah: Amal Baik yang Diam-Diam Dirusak dari Dalam”
Dalam dunia yang penuh pencitraan, kadang tanpa sadar kita tergoda ingin dilihat orang lain sebagai orang baik, soleh, dermawan, atau rajin ibadah. Tapi hati-hati—ada satu penyakit hati yang sangat halus tapi mematikan: sum’ah. Sum’ah adalah keinginan agar amal kebaikan kita didengar dan diakui oleh orang lain. Ia berbeda dari riya’, yang pamer dalam perbuatan. Sum’ah adalah pamer lewat ucapan, lewat cerita-cerita amal yang sengaja disampaikan agar orang kagum. “Tadi malam saya tahajud, Masya Allah rasanya tenang banget.”“Kemarin saya sedekah ke orang tua itu, alhamdulillah banget bisa bantu.” Kalimat-kalimat ini terlihat…
Read More“Mengaku Muslim, Tapi Melanggar Perintah Allah?”
Banyak orang mengaku Muslim. Sholat mungkin pernah, puasa kadang-kadang, tapi dalam keseharian justru sering melanggar apa yang dilarang Allah. Berbohong, menipu, membicarakan orang, menunda kewajiban, hingga merasa biasa saja meninggalkan shalat. Padahal, semua itu adalah tanda bahwa hati belum sepenuhnya sadar akan siapa dirinya di hadapan Allah. Mengapa seseorang bisa tahu bahwa ini haram, tapi tetap dilakukan? Karena ia belum benar-benar merasa butuh kepada Allah. Ia belum merasakan betapa lemahnya dirinya tanpa pertolongan-Nya. Hatinya belum terketuk untuk tunduk, belum luluh oleh kesadaran bahwa hidup ini hanya sebentar, dan kita akan…
Read More“Merasa Lemah, Justru Tanda Kekuatan Sejati”
“Merasa Lemah, Justru Tanda Kekuatan Sejati” Di tengah dunia yang memuja kekuatan, kemandirian, dan kebebasan mutlak, ada satu perasaan yang kerap dianggap kelemahan: perasaan lemah, butuh ditolong, dilindungi, dan dijaga. Namun sesungguhnya, inilah justru fondasi dari kekuatan sejati dalam perspektif spiritual. Perasaan sebagai hamba—bukan manusia merdeka dalam arti absolut—adalah bentuk kesadaran terdalam tentang posisi kita di hadapan Tuhan. Manusia yang sadar dirinya hamba akan berkata dalam hatinya, “Aku tidak berdaya tanpa pertolongan-Nya.” Dari sini tumbuhlah ketundukan, kerendahan hati, dan rasa syukur. Ia tahu bahwa apa pun yang ia miliki, bukan…
Read MoreDibesarkan Dalam Kemelaratan, Ditempa Oleh Hidup, Dikuatkan Oleh Tuhan
Saya anak pertama.Lahir dari keluarga miskin.Hidup saya jauh dari kata nyaman—sejak kecil hingga dewasa.Tak ada yang mudah. Tak ada yang mewah. Bahkan untuk sekadar bertahan pun kadang terasa seperti perjuangan besar. Tapi tanpa saya sadari…semua itu adalah proses pendidikan paling hebat yang pernah saya jalani.Bukan dari sekolah elite, bukan dari guru terkenal, tapi dari kehidupan yang keras dan tak kenal ampun. Dari Kemiskinan, Tumbuh Karakter Tangguh Karena kemelaratan, saya jadi terbiasa bekerja keras.Karena tak ada yang bisa diandalkan, saya belajar melakukan segalanya sendiri.Karena tak ada kemewahan, saya belajar menghargai hal…
Read MoreKetika Anak Tunggal Tak Siap Hidup Sendiri: Kisah Tentang Cinta yang Salah Arah
Ketika Anak Tunggal Tak Siap Hidup Sendiri: Kisah Tentang Cinta yang Salah Arah Ia anak tunggal.Sejak kecil, sang ayah menjadikannya pusat dunia.Tak ada yang kurang. Semua keperluan dipenuhi, semua kesulitan disingkirkan. Bahkan ketika ia tumbuh dewasa dan berumah tangga, sang ayah tetap setia menopangnya—melindunginya dari kerasnya hidup, menanggung kemelaratan agar sang anak tetap hidup enak. Sang ayah berkorban tanpa batas. Tapi lalu, seperti hidup yang tak bisa ditebak, sang ayah dipanggil Tuhan.Tiba-tiba.Tanpa sempat memberi warisan kekuatan.Tanpa sempat mengajarkan cara bertahan. Dan kini, sang anak—yang dulu begitu dimanjakan—terkulai lemah di tengah…
Read MoreAnak Petarung Tak Lahir dari Kenyamanan: Warisan Terpenting Bukan Harta, Tapi Ketangguhan
Anak Petarung Tak Lahir dari Kenyamanan: Warisan Terpenting Bukan Harta, Tapi Ketangguhan Kamu pernah di titik nol.Kamu tahu rasanya gagal, dihina, ditinggalkan, bahkan tak punya siapa-siapa.Tapi kamu memilih bertahan. Mendorong dirimu hingga batas, jatuh dan bangkit, jatuh dan bangkit lagi—hingga akhirnya kamu terbang tinggi. Selamat. Kamu petarung sejati. Namun kini, ketika kamu sudah di atas, punya segalanya, kadang secara tak sadar… kamu ingin anakmu tak merasakan apa yang dulu kamu rasakan.Kamu beri kemudahan.Kamu beri kenyamanan.Kamu lindungi dari luka dan kerasnya hidup.Niatmu mulia: “Agar mereka tidak perlu merasakan sakit seperti aku.”…
Read MoreTitik Nol: Ketika Hidup Membuat Kita Jatuh, Lalu Menguji Apakah Kita Siap Bangkit
Setiap manusia—tak peduli sekuat apa kelihatannya—pasti pernah sampai di satu titik dalam hidup di mana semuanya terasa runtuh.Itulah titik nol.Titik di mana harapan redup, semangat luntur, dan dunia terasa hampa. Hati hancur, arah hilang, dan hidup seakan berjalan tanpa arti. Di fase ini, ada dua jalan: bangkit atau hancur lebih dalam. Yang Tenang Akan Terbang Lagi Ada orang-orang yang bisa menghadapi titik nol dengan tenang. Bukan karena mereka tak merasa sakit, tapi karena mereka mampu berdamai dengan kenyataan. Mereka tidak menyangkal luka, tidak mengutuk takdir, tapi memilih duduk sebentar di…
Read MoreKetika Saudara Tak Lagi Serumah: Menyikapi Dinamika Kehidupan Keluarga
Dulu, kita tumbuh bersama di bawah satu atap. Saudara kandung adalah teman bermain, teman bertengkar, sekaligus tempat berbagi segala hal—dari makanan, mainan, hingga rahasia kecil. Tapi waktu tak pernah tinggal diam. Satu per satu kita tumbuh, menikah, dan akhirnya memilih jalan hidup masing-masing. Rumah itu perlahan menjadi sepi, digantikan oleh rumah-rumah baru yang kita bangun sendiri. Inilah dinamika kehidupan. Yang dulu selalu bersama, kini berjalan sendiri-sendiri. Yang dulunya saling tunggu saat makan malam, sekarang bahkan lupa menanyakan kabar lewat pesan singkat. Saat Ego Mengalahkan Rasa Beberapa dari kita tetap menjaga…
Read MoreKetika Anak Tidak Diajar Disiplin: Masa Depannya bagaimana?
Ketika Anak Tidak Diajar Disiplin: Masa Depannya bagaimana? Bayangkan seorang anak kecil, bangun pagi tanpa alarm, makan tanpa aturan, bermain sesuka hati, tidur larut malam sambil menatap layar ponsel. Tak ada yang menegur. Tak ada yang membimbing. Ia tumbuh di rumah yang hangat, tapi hampa arah. Lalu ia masuk sekolah. Mungkin kita berharap sekolah akan “memperbaiki” semuanya. Tapi ternyata, sekolah pun hanya mengajarkan hafalan, bukan kebiasaan. Nilai bagus bukan karena disiplin, tapi karena contekan atau keberuntungan. Anak ini pun tumbuh, melangkah dari hari ke hari tanpa pernah benar-benar mengenal apa…
Read More